Saturday 25 February 2017

Serial Detektif Indigo (SDI): Kenangan Kirana (bagian 6)


 Serial Detektif Indigo (SDI): Kenangan Kirana (bagian 6)

PECAHAN SUKMA



Pukul 10 malam, hawa dingin menyeruak di kamar yang aku dan Arina tempati. Tapi benar-benar kurasakan ada yang paling ganjil, ada "udara dingin" yang sepertinya bergerak untuk semakin mendekatiku.

"tampakkan dirimu, Aisha"

Dan sosoknya mulai perlahan terlihat dari selubung gaibnya. 

"Kukira engkau bukan berasal dari tempat ini, selama ini dirimu mengikuti kami ya" tanyaku.

Sambil berjalan membelakangiku dia bergerak melambai seperti sedang membiarkan tangannya menari-nari, sungguh ajaib hawa dingin berubah menjadi hangat.

"Kita harus ke tempat sang raja malam ini juga, gadis itu tak perlu dibawa kesana" ucapnya.

"Malam ini?! Gila, aku bisa mati kedinginan" jawabku terkejut.

"Aku yang akan menemanimu, jangan khawatir tentang hawa dingin malam ini" ucap Aisha enteng.

"Tapi pengawal-pengawal itu akan.."

"Mereka tidak akan keberatan denganku, ayo lekas!" Aisha memotongku.

Sambil berpikir aku pun melirik ke arah Arina yang sudah pulas di tempat tidurnya. Apa diriku harus menuruti perkataan Aisha ataukah kutolak saja.

"Turuti Aisha, Kirana aman bersama kami disini" suara Kimi.

Oke, kalau Kimi sudah berucap seperti itu aku semakin yakin untuk menuruti Aisha.



Entah sudah berapa lama kulalui belantara ini, belakangan diriku baru menyadarai bahwa langit tidak segelap bagaimana harusnya pada malam hari, kondisi ini menyerupai senja. "Kau sudah mulai terbiasa nampaknya, tahukah sekarang kita berada dimana Alvian?".
"Tentu saja aku tahu" pertanyaan bodoh macam apa itu. "Jadi kau sudah sadar kalau kita tidak lagi berada di duniamu, selamat datang di lapisan pertama irisan duniamu dan duniaku."
Apa ini......sejak kapan aku berada di dunia mereka, berarti tubuhku, tubuh asliku?? "tubuhmu sudah tidak sepert dulu, tubuhmu sudah terbiasa jadi tak perlu kau khawatirkan. Lihatlah itu istana kami sudah mulai terlihat, indah bukan." 

Istana itu, indah sekali tapi terlihat seperti tak terawat, beberapa detik kupandang tiba-tiba saja diriku berada di halam istana itu. Sihir apa ini? bagaimana mungkin aku bisa langsung berpindah ke halaman istana, seperti inikah kehebatan bangsa jin atau saja ini terjadi secara otomatis diluar pikiranku. "ayo lekas masuk ayahku sudah menunggumu, eh maksudku baginda sudah menunggumu."
Aisha mengantarku menghadap ayahnya, sang baginda. Sebuah sosok besar duduk di singgasana, wujudnya adalah raksasa bertangan empat dengan wajah menyerupai ukiran Bethara Kala dan di punggungnya kulihat sebuah cangkang kura-kura. Aku berjalan mendekati singgasananya, belum lama kemudian datanglah dari sisi kiri sang baginda beberapa pengawal membawa sorang tawanan dalam keadaan babak belur dirantai. "I-itu itu adalah si kera besar yang hendak kulawan, bagaimana dia bisa ada disini!?."

"HAHAHAHA HAHAHAHAHA HAHAHAHAHA", Suara tawa sang baginda lantang seolah mengisi seluruh istana. "Dia sudah kukalahkan berdasarkan permintaan Aisha, dan kutahu apa sebenarnya masalah yang sedang kau hadapi, jalan keluarnya berada dibalik pintu merah itu!" ujarnya sembari menunjuk ke sebuah pintu merah di arah kananku. "Kau akan lebih mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dan juga seperti apa kemampuan sejatimu. Pergunakan kunci yang kau terima itu untuk masuk kesana, monyet ini biarkan membusuk di penjara istanaku. Wahai pangeran, kuanggap urusanmu disini sudah selesai."

Aisha menarik tanganku dan mengarahkan diriku kearah pintu merah itu, lalu dia memelukku dan menitikkan airmata. "Akan kuberitahu apabila sudah datang waktunya, dan dirimu sudah tidak ragu-ragu lagi." 
Tak paham akan maksud perkataannya itu, kaki-kakiku melangkah dengan sendirinya dan tanganku membuka pintu merah itu...........


Sebuah ruangan seperti di dalam pondok kayu dengan hanya ada dua kursi yang membelakangiku, dimana di kedua kursi itu duduk dua sosok seorang wanita dan anak kecil. 

"Kirana......dan kamu Rania, kalian sedang apa disini?" mereka tak bergeming, kudekati dan menghadap ke arah mereka. Ekspresi dingin mereka mengejutkan diriku, sebuah cahaya ungu memancar dari kening mereka berdua. Cahaya ini......benda ini merupakan pecahan sukma, bagaimana bisa seorang manusia seperti Kirana bisa memilikinya, terlebih lagi terjadi juga pada Rania. 
"Bagaimana, sudah sedikit lebih paham?" Suara dari Aisha mengejutkanku, apa maksudnya ini, bagaimana mungkin bisa ini semua terjadi dan berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang belakangan kami alami. "Kirana.....wanita itu tanpa sengaja menemukan rahasia para jin yang dulu ditanamkam pada sebuah patung, entah bagaimana dia bisa mengetahui konsep dari rahasia itu hanya dalam sekejap itu masih merupakan misteri bagi kami juga." 

"Pecahan Sukma, itulah yang dipelajari oleh Kirana. sebuah cara bagi kami para jin untuk bisa memasuki dunia manusia dan menempatkan diri pada berbagai benda atau pun makhluk-makhluk di bumi. Pecahan sukma juga merupakan pemancar dan penyerap energi bagi kami, bangsa kami bisa meletakannya di lebih dari satu lokasi, mungkin lebih mudahnya bagi dirimu adalah kami memecah jiwa kami menjadi beberapa bagian dan menyembunyikannya di dunia manusia." Aku tertegun mendengar penjelasan dari Aisha.
"Yang terjadi pada Kirana adalah hal yang sebaliknya, dia memecah sukmanya menjadi dua akan tetapi terjadi hal diluar dugaan, masing-masing pecahan sukma itu seakan memiliki kepribadian sendiri-sendiri. sukma Kirana yang seakan kehilangan ingatan dan Rania yang murni sebuah kepribadian yang berdiri sendiri, berkehendak sendiri. Masalah ini bisa kau selesaikan sendiri setelah ini, akan kau temukan pemecahannya dan kau yang memutuskan untuka memilih siapa." Aisha tiba-tiba lenyap.

"Tunggu dulu Aisha, bagaimana mungkin aku melakaukan itu semua, hei tunggu Aisha!!" Perempuan jin itu telah lenyap dan tanda tanya besar mengisi kepalaku, tak kusangka bakal serumit ini apalagi ini menyangkut pecahan sukma, sebuah hal tabu bagi jin untuk diceritakan kepada manusia.
Rania tiba-tiba berdiri dari kursinya dan mendekatiku "Aku tidak ingin mati" ucapnya dengan tangis. Kirana juga berdiri dan mendekat padaku "Kau tahu diriku lebih penting," gila, semua ini gila bagaimana aku bisa menyelesaikan ini terlebih lagi dengan dua pilihan dimana salah satunya harus mati. Aisha dengan sederhana memjelaskan kepadaku bahwa manusia tidak akan bisa menerima dua sukma dalam dirinya, dan apabila salah satu dari sukma ini harus mati artinya ketika sukma sejatinya kembali maka akal sehatnya setelah sadar tidak akan utuh seperti dulu.

Akhirnya kupeluk Rania dan kutarik cahaya sukma ungu dari keningnya, perlahan fisik gadis kecil itu pudar dan pada akhirnya lenyap. Sedangkan Kirana kutarik tangannya dan kubawa dia keluar dari ruangan ini, melangkah menuju pintu merah dan membukanya. Sekejap kami berada di kamar tempat jasad Kirana terbaring dengan Aditya menjaganya di samping tempat tidur. Kimi dan yang lainnya terkejut melihatku, tanpa menanggapi mereka kuambil cahaya sukma Kirana dan memasukkan ke jasadnya yang sedang terlelap. "Kau sudah mengetahuinya sampai sejauh ini, kuharap kau bisa menjaga apa yang sudah kau ketahui malam ini" ucap Kimi.


"Bangunlah bodoh, aku sangat khawatir padamu" kudengar suara Arina terisak-isak. Samar-samar kubuka mata dan kulihat matanya berkaca-kaca kearahku, apa yang baru saja terjadi?


TIGA BULAN KEMUDIAN...

Menatap langit sore dan menikmati kuaci asin, masih kubayangkan bagaimana waktu itu diriku ditemukan tak sadarkan diri di jalur pendakian gunung Semeru. Hal terakhir yang bisa kuingat adalah kumasukkan sukma Kirana kedalam tubuhnya dan kata-kata terakhir dari Kimi. Ya benar kata-kata terakhir, sejak saat itu tak kujumpai lagi Kimi dan yang lainnya walau hanya sekedar suara sekali pun. Yang "ku punya" saat ini hanyalah seorang gadis kecil bernama Rania, dia tak terlihat oleh orang lain dan keberadaanya juga sebuah misteri.

Waktu itu sukma Rania tidak kumusnahkan, sukma itu kusembunyikan dalam diriku sembari menunggu waktu sampai bisa kupecahkan cara kerja pemecahan sukma dan bagaimana membalikkan prosesnya. Rania tak banyak bicara, dia seolah kehilangan ingatan dan hanya sering tersenyum kepadaku. Rania bisa terus "hidup" dengan cara kuberikan sedikit energi spiritualku padanya sebagai makanan. Tentang Kirana dan suaminya aku tak mendengar kabar mereka, Arina menutup mulutnya rapat2 dan hanya memberitahukan bahwa mereka sudah "tertolong".

HP ku berbunyi, sebuah email terlihat di layar notifikasiku, dan kubuka.


"Hai kak, namaku Abel.

bisakah kita bertemu di suatu tempat, emmm kalau bisa sih di kampusku hehehe (kita satu almamater loh kak, jadi kamu itu harusnya seniorku).
please ya kak Alvian aku pingin banget ketemu kakak, nanti Kimi juga kuajak loh ;p

lamken yaaaach :-*


nb: nanti kita jalan-jalan melintasi Pintu Merah kak!"


Terheran aku membaca email itu dan bergumam "Pintu Merah, siapa orang ini, dan namanya Abel?"
"Kak, aku juga ingin bertemu dengan Abel" ucap Rania, jadi makin bingung aku.





-TAMAT-




*lama banget yah nulisnya, banyak kendala dan mood yang hilang untuk melanjutkan serial ini, terlebih lagi kejadian2 diluar nalar yang semakins ering saya alami ketika tiap tulisan sudah saya posting. belakangan saya bertemu dengan beberapa teman penulis dan komikus yang saling mendorong satu sama lain untuk melanjutkan berkarya. dan inilaha bentuk pertanggung jawaban saya kepada kalian para pembaca.

No comments:

Post a Comment