Danang tiba-tiba dikejutkan oleh suara mbok Warti yang
memanggilnya, Danang yang waktu itu sedang jaga di pos ronda didatangi oleh
mbok Warti bibi istrinya yang tinggal serumah.
“Nang, buruan pulang gih, Marni mau melahirkan Nang” jelas
mbok Warti.
Danang pun terkejut dan langsung menuju ke rumahnya, pak
Heru dan Mijan yang ikut ronda bersama Danang pun turut serta karena merasa
bantuan mereka dibutuhkan. Sesampainya di rumah Danang sudah ada beberapa orang
tetangga yang sedang menunggui Marni yang sedang kesakitan, diantaranya adalah
mbah Lasmi seorang dukun pijat yang dianggap sepuh di desanya.
“Danang, istrimu sudah saatnya melahirkan malam ini, tapi
tadi Pak Asnan yang menhubungi Bidan di desa tetangga dapat kabar kalo bu Bidan
sedang ke luar kota, nah saat ini juga kamu jemput Mak Kusni saja ya nang, dia
kan dukun bayi dan satu-satunya yang bias dimintai tolong malam ini” ujar mbah
Lasmi.
“Mak Kusni…..yang rumahnya di ujung desa itu yam bah?” Tanya
Danang.
“Iya, kamu buruan jemput gih nak kasian Marni sudah
kesakitan”
“Baik mbah kujemput sekarang Mak Kusni” potong Danang.
“Eh Nang, sebentar tak
peseni dulu, ingat ya Nang sebelum sampai ke rumah Mak Kusni kamu jangan
berhenti atau nanya jalan, dan kalau menemui orang dijalan gausah disapa,
pokoknya kamu lansung aja ke rumah Mak Kusni, ingat ya Nang kamu harus
menjemput mak Kusni di rumahnya” pesan mbah Lasmi.
Setelah itu Danang pun segera menuju ke Rumah mak Kusni
dengan mengendarai sepeda angin. Rumah mak Kusni ini terletak di hampir ujung
desa tapi harus melewati beberapa sawah, satu pemakaman dan sebuah jembatan
yang memecah desa. Danang mengayuh sepedanya dengan mantap, hingga ketika dirinya
melintasi pemakaman desa hujan turun dengan tiba-tiba dan memaksa Danang
berhenti sejenak untuk mengambil daun pisang di pinggir pemakaman.
Dengan satu tangan memegangi daun pisang sebagai payung,
Danang kembali mengayuh sepedanya dan melintasi jembatan. Angin yang sedikit
kencang dan hawa dingin nya sedikit membuat Danang goyah hingga dia terpaksa
harus menuntu sepedanya melintasi jembatan desa. Di ujung jembatan sembari
menuntun sepedanya Danang melihat sebuah sosok yang tampaknya memakai jas hujan
warna hitam dan berjalan dengan membawa bungkusan. Entah apa yang saat itu ada
di pikiran Danang sehingga dirinya melupakan nasehat mbah Lasmi, Danang
mendekati sosok tersebut dan menyapanya.
“Selamat malam apakah saya sudah dekat dengan rumah mak
Kusni?” Tanya Danang.
“Saya ini mak Kusni nak, ada apa ya, saya mau ke pasar ini”
jawab sosok itu.
“Oh ya ampun tenyata ibu ini mak Kusni, saya Danang
tetangganya mbah Lasmi, saya mau menjemput mak Kusni kaena istri saya akan
melahirkan, tolong saya mak” pinta danang.
“Ya sudah kita ke rumahmu saja dulu, saya ke pasarnya besok
saja” jawabnya, Danang pun segera membonceng mak Kusni ini menuju rumahnya.
Hujan turun semakin lebat dan angin mengikuti dengan kencang
sehingga hawa dinginnya semaki mencekam pada malam itu. Sepanjang perjalanan
Danang terus mencium bau wangi dan terkadang bau anyir tapi dia menghiraukan
saja kaena yang ada di dalam benaknya adalah keselamatan Marni, istrinya.
Sesampainya di rumah terlihat beberapa orang termasuk pak Heru dan Mijan sedang
tertidur di teras rymah Danang. Danang langsung membawa mak kusni menuju kamar
tempat istrinya sedang mengerang kesakitan, mbah Lasmi yang namanya dipanggil
oleh Danang terdengar suaranya dari arah dapur, katanya sedang menyiapkan air
hangat dan handuk kering.
Mak Kusni menyuruh Danang untuk menunggu di luar kamar. Mbah
Lasmi keluar dari arah dapur.
“mana mak Kusni nang?” Tanya mbah Lasmi.
“Dia sedang di kamar beserta Marni mbah, saya disuruh
menunggu di luar saja” jawab Danang.
Danang menuju teras rumahnya untuk melihat orang yang sedang
tertidur disana dan mbah Lasmi kembali lagi ke dapur.
Beberapa menit berlalu, hujan pun sudah turun dan angin
tidak berhembus kencang lagi.
“AAAAAAAAAAAAKH” Danang dan orang-orang yang tadinya
tertidur mendadak dikejutkan oleh suara terikan Marni dari arah kamar, mereka
bergegas menuju kesana.
Pintu kamar yang nampaknya terkunci di dobrak dan
pemandangan mengerikan terpajang tepat di wajah Danang dan orang-orang yang
berdiri di dekatnya. Marni tergeletak tak sadarkan diri dengan bersimbah darah,
danang yang terkejut pun penasaran dan memanggil mak Kusni.
“Mana mak Kusni!! Dia seharusnya berada disini kan, mak
Kusni dimana kau???” dan seiring dengan
itu terdengarlah suara tawa menggema yang mngerikan dan membuat merinding,
“HIHIHIHIHIHIIIIIIII,
HIHIIHIHIHIHIIIIII!!!!” pak Heru dan Mijan yang juga mendengarnya langsung
berlari menuju luar rumah karena penasaran.
Sebuah sosok putih samar mereka lihat melesat meloncat dari
pohon ke pohon dan perlahan menghilang……….
Mbah Lasmi yang ikut terkejut menghampiri Danang.
“Danang, tadi siapa yang kamu jemput nak, kamu mejemputnya
dimana? “ Tanya mbah Lasmi dengan roman muka takut.
“Yang saya jemput tadi mengaku bernama mak Kusni mbah, saya
kebetulan berpapasan dengannya di ujung jembatan, ya sudah langsung saya bawa
kesini” jawab Danang sambil merinding menahan tangis.
Marni selamat walau harus kehilangan bayinya, mbah Lasmi pun
menjelaskan kepada orang-orang yang
menyaksikan peristiwa itu perihal kejadian mengerikan pada malam itu.
“yang dibawa Danang itu bukanlah mak Kusni tapi kuntilanak,
Danang lalai dengan tidak menjalankan apa yang telah kupesankan pada dirinya
sebelum menjemput mak kusni. Bayi mereka sudah diambil korban oleh kuntilanak
itu.” Cerita mbah Lasmi dengan nada lemas………
-TAMAT-
No comments:
Post a Comment