Wednesday 19 October 2016

Serial Detektif Indigo (SDI): Kenangan Kirana (bagian 3)

A World That Even Your Imagination Couldn't Ever Imagine.....


Kirana adalah teman Arina semenjak SD hingga SMA, yah begitulah sih menurut cerita Arina sendiri, mereka mengakhiri masa SMA masing-masing dengan permusuhan gara-gara......

"Dia merebut pacarku waktu itu.....Aditya. Terus setahun setelah kelulusan aku mendapat undangan pernikahan dari Aditya, dan kau bisa tebak siapa nama mempelai wanitanya......nyebelin banget!" dan Arina mengakhiri ceritanya dengan penuh emosi dan rasa jutek.

Panas rasanya telingaku setelah mendengarkan cerita Arina tentang Kirana selama satu jam sebelum kami sampai di terminal kota Singaraja, tetapi yang membuatku heran dia sama sekali tidak menceritakan tentangapa tujuan kami kemari untuk menemui Kirana. Sebuah mobil Alphard kulihat terparkir diantara beberapa kendaraan angkot ketika diriku melangkahkan kaki turun dari bus, dan seorang lelaki keluar dari mobil tersebut bersamaan dengan turunnya Arina dari bus.

"Arina" teriak lelaki itu sambil melambaikan tangannya kearah kami.

Dan secepat kilat Arina menarik tanganku. Tanpa berkata sepatah pun kami masuk ke dalam mobil itu dan mengarah ke barat kota.

"Salam kenal ya Alvian, namaku Aditya, aku dan istriku dulu adalah teman sekolahnya Arina" lelaki itu tanpa ragu langsung memperkenalkan dirinya padaku.

"I..Iya salam kenal, eh anu selanjutnya nggak usah diceritakan, tadi sudah dicurhatin semua sama koq 'bu dokter', AAUUUH" cubitan Arina mendarat di pinggangku. T_T

"Tolong sekalian ceritakan semuanya pada bocah aneh ini" celoteh Arina dengan pandangan ke luar jendela mobil tanpa emosi sedikit pun.

"Ah baiklah" jawab Aditya.

"Istriku Kirana, sekitar tiga minggu yang lalu beserta beberapa temannya sedang mengadakan perjalanan ke sebuah tempat di pulau Lombok untuk melakukan penelitian pada sebuah situs kuno yang baru saja ditemukan. Pada hari kedua istriku dan empat temannya mengalami kesurupan pada waktu selepas maghrib. Keempat teman istriku berhasil sembuh setelah diobati oleh beberapa ahli spiritual setempat, namun tidak dengan istriku.
Kirana tidak mampu dinetralkan oleh para ahli spiritual itu, namun pada sekitar jam tiga pagi Kirana terlihat sudah 'sembuh' dari kesurupan tersebut. Tapi ada yang aneh sejak saat itu, Kirana istriku tidak berbicara sama sekali dan sama sekali tidak menampakkan raut emosi apa pun, sesekali dia hanya menatap sekilas mata tiap orang yang mengajaknya berkomunikasi.
Sampai saat ini dia senang menyendiri, untuk makan harus disuapi, dan untuk bebersih diri harus ada yang membantuya. Kirana sekarang seperti layaknya mayat hidup" jelas Aditya.

"Suatu hari kutemukan sebuah gambar aneh di sebuah kertas kosong, sebuah gambar lingkaran yang merah dengan semacam gambar menyerupai monyet yang juga diwarnai merah didalamnya. Gambar itu kutemukan di teras rumah tepat di bawah jendela kamar tempat Kirana selalu mengurung diri" sambungnya.

"A Red Monkey......." tanpa sadar kata itu keluar dari mulutku.

"Iya itu dia bahasa Inggrisnya" celetuk Aditya.

"Eh bukan itu, anu maksudku...emm begini sekitar tujuh bulan yang lalu aku pernah bermimpi selama beberapa hari tentang sebuah kata yang seklalu muncul di dalam mimpiku itu, kata-kata yang selalu sama yaitu 'red monkey' sampai saat ini aku juga tak tahu apa maksudnya, emm mungkin kali ini aku eh kita akan mengetahuinya (kalau benar sih). Yah mungkin Rania bisa menjelaskannya padaku juga" ucapku pajang lebar.

"RANIA!!!!" Aditya dan Arina menyebut nama itu dengan keras secara bersamaan.

"Gila!! Ini semakin gila...aku tak seharusnya membuang waktu cutiku ke tempat ini" Arina mengomel sendiri sambil memalingkan muka menghadap jendela.

"Sebelumnya biar aku tambahi sedikit, terutama untukmu Alvian. Seminggu yang lalu orang tuaku menganjurkanku untuk membawamu maksudku meminta bantuamu untuk memecahkan masalah Kirana ini. Orang tuaku berteman akrab dengan orang tua Arina, jadi yah dari sanalah 'namamu' muncul. Jadi sekarang kumohon, benar-benar aku memohon padamu untuk membantu memecahkan masalah ini" Aditya berkata dengan tulus tentang maksud dan tujuannya kepadaku.

"Oke mas aku setuju membantu koq, pantas dari awal sengaja nggak cerita apa-apa yah" jawabku sambil melirik Arina.

"Oh iya, terus kenapa kalian sangat terkejut mendengarku menyebut nama Rania?" tanyaku.

"Bagi kami, terutama beberapa orang yang sangat dekat dengan Kirana sudah tak awam lagi mendengar nama itu. Kirana dikenal sering sekali membahas tentang teman khayalannya yang bernama 'Rania' itu, dan dia masih menceritakannya sampai masa SMA, tapi dia entah mengapa sungguh pintar sekali membuat nama itu benar-benar terdengar seolah nyata bagi kami" jelas Aditya.

Dan kembali lagi pikiranku yang dibikin pusing mendengar semua penjelasan itu.

Lalu tiba-tiba......

"Eh anu...sepertinya aku mendadak ngantuk nih, gak tau ya kenapa mendadak jadi begini, mungkin aku akan bangun 3-4 jam lagi" diriku mendapat perasaan aneh ketika semakin mendekati rumah Aditya.

"Hehehe tidak apa-apa koq, sebentar lagi kita sampai di rumahku, kamu istirahat saja sebentar" Aditya yang polos sepertinya belum paham maksudku.

"Merepotkan saja kalau sudah kumat" celoteh Arina.

".........?" Aditya melirik heran dari kaca.

"Ada apa ini kok mendadak sekali?" tanyaku pada Rania yang berdiri membelakangiku.

Gadis itu langsung memelukku, badannya gemetar ketakutan. Kurasakan hawa panas memancar keluar dari tubuh Rania.

"Kau akan membantu kami kan, 'Dia' sangat marah karena kau akan ikut campur dalam masalah ini" ujarnya ketakutan.

"Iya, pasti aku akan membantumu, eh maksudku kalian. Dengar Rania, sekarang sebaiknya kau ceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi 'disana' dan apa itu 'Red Monkey' yang selalu keluar dari mulut Kirana?" kutenangkan gadis remaja itu dan menyuruhnya untuk menceritakan awal mula dari masalah ini.

"Kirana.....Kirana tak seharusnya mengambil 'belati' itu. Benda itu dulu milik orang Inggris yang pernah ke tampat itu pada masa lampau. Makhluk berbulu merah itu marah melihat Kirana mengambil benda milik orang yang pernah dibunuhnya" isak tangisnya muncuk sembari bercerita.  

"Sedikit 'serpihan jiwa' dari orang Inggris itu sempat menolong Kirana tapi dihempaskan dengan keras oleh makhluk berbulu merah itu. Tapi dia sempat memberikan kekuatan terakhirnya untuk menolong tubuh Kirana sehingga sebagian jiwanya tak seluruhnya dikuasai makhluk jahat itu" Rania berhenti dan masih terisak-isak.

"Dan selanjutnya?" tanyaku.

"Jiwa Kirana yang berisi kenangan-kenangan dan kesadarannya diambil dan disegel olehnya, kau harus membantuku mengembalikan jiwa itu, bantu aku...." dan dia berhenti bercerita.

"Aku bingung tapi paham dengan maksud dari ceritamu, tapi untuk itu apa kita harus pergi ke Lombok, hmm nanti kucoba untuk memikirkan cara yang lebih mudah" ucapku sambil menenangkan Rania.

Tiba-tiba keadaan di sekitarku berubah, sebuah hutan dipenuhi pohon-pohon rindang yang merupai sebuah labirin muncul di sekelilingku. Beberapa pasang mata yang memancar merah muncul dari balik tempat yang gelap berada diantara pepohonan itu, mereka memperhatikanku dan Rania. 

"Kita sudah tiba di rumah, kita sekarang ada di dalam bawah sadar Kirana" ucapan rania ini menandakan bahwa diluar sana tubuhku sudah berada di rumah Aditya (entah bagaimana semoga orang-orang tidak kerepotan memindahkanku dari mobil).

"Mereka kelihatannya ganas, kita harus pergi dari tempat ini, Rania aku akan berusaha melindungimu" instingku mengatakan makhluk-makhluk yang memperhatikan kami itu akan segera mungkin menyerang kami.

Dengan tenang dan siaga kami berusaha berjalan menjauhi tempat itu tanpa memperlihatkan niat untuk menantang mereka. Kami menyusuri jalanan penuh lumut dan batang yang membusuk di hutan misterius ini, sementara itu 'mereka' masih mengikuti kami seakan sedang menggiringku dan Rania menuju ke suatu tempat. Di labirin hijau ini mereka seolah mempermainkanku, lolongan serta auman keras selalu terdengar apabila kakiku salah melangkah.

Entah sudah berapa lama akhirnya kami sampai juga di ujung hutan ini. Sebuah air terjun yang sangat tinggi menanti kami disana, dan di sampingnya terdapat sebuah altar yang sungguh aneh. Altar ini sama sekali tak memiliki kemiripan dengan budaya-budaya yang pernah kupejari di pelajaran sejarah. Corak dan letak bebatuan pada altar ini lebih mirip peninggalan jaman prasejarah, jaman dimana manusia menuhankan 'kekuatan' yang mereka anggap sangat hebat dan mengatur alam semesta.

Makhluk-makhluk misterius tadi tak lagi mengikuti kami. Kuajak Rania mendekati altar itu.

"Aku belum pernah kemari....kenapa hal semacam ini bisa ada di dalam sisa jiwa Kirana..." ucapnya polos.

"Entahlah, ayo kita selidiki dulu tempat ini" ajakku.

Begitu kupijakkan kakiku pada tangga altar itu tak lama kemudian muncul beberapa makhluk lagi. Delapan makhluk berbadan wanita namun berkepala kuda mengitari tempat pemujaan di altar utama dan lima makhluk berbadan laki-laki namun berkepala kerbau membawa tombak menghadang di ujung tangga. Mereka seolah menghalangiku dan Rania untuk masuk menuju ke altar utama.

"you won't go any far from there, just go back or you will be sacrified as me" sebuah suara tiba-tiba memperingatkanku.

"Ke..kepala itu berbicara" Rania menarik bajuku dan menunjuk ke arah di dekat air terjun.

Sebuah kepala lelaki bule yang ditancapkan pada sebuah tombak menatap sedih kearah kami. 

Lalu mendadak kudengar sebuah suara yang sudah kukenal.

"Pangeran, kami akan membantumu" Kimi dan Kazza berhasil menemukanku di tempat ini, mereka datang dengan wujud asli mereka, Rusa dan Burung Api.

"Ba-bagaimana mereka bisa menemukan tempat ini?" Rania juga kebingungan.

"Entahlah tapi tenaga mereka tentunya bisa berguna disini, kita akan menyelamatkan Kirana, kau berdoa saja dan percayalah padaku.
 

-Bersambung-

No comments:

Post a Comment