Wednesday 5 October 2016

Serial Detektif Indigo (SDI): Kenangan Kirana (bagian 2)

Perjamuan


Dari bermacam-macam menu yang disediakan di rumah makan ini aku hanya mengambil nasi, paru dan mie goreng, lalu kudatangi meja tempat Arina makan dan kuletakkan piringku sejenak disana, kuhampiri bagian minuman dan kuambil sebotol air putih dingin. Masih ngantuk rasanya diriku jadi makan malam kali ini sengaja kuambil menu yang tidak 'berat', berbeda dengan diriku Arina justru mengisi piringnya dengan berbagai lauk sehingga membentuk 'nasi campur', apa gerangan yang membuatnya rakus malam ini.

Selesai makan masih ada waktu 15 menit sebelum bus melanjutkan perjalanan, kusempatkan melihat-lihat di sebuah taman kecil di samping ruang makan utama. Di taman itu tak sengaja kudapati Arina yang sedang memainkan smartphonenya, kudekati dia.

"Jadi siapakah si Kirana ini, pasien atau kerabatmu?" pertanyaanku membuat Arina terkejut.

"Kau ini, adakah sesuatu hal yang tidak pernah kau ketahui..." balasnya sewot.

Lalu sejenak dia terdiam sembari terlihat sedang berpikir keras untuk memberiku jawaban tentang Kirana. Arina terlihat sangat keberatan untuk menceritakan apa yang diketahuinya padaku, sehingga tanpa alasan kutinggalkan dia di taman itu dan aku kembali menaiki bus.

Aneh, semakin diriku melangkah mendekati kursi semakin berat rasa kantuk ini kurasakan, seakan ada yang sengaja membuat keadaan ini terjadi padaku.

"Tak usah dilawan mereka sangat ingin membawamu ke tempat mereka, banyak yang ingin mengenalmu" sama-samar kudengar suara Kimi.

Tak berapa lama kulihat Kimi, Kazza dan seorang lelaki berpakaian ala pemain kethoprak menyambutku, mereka sepertinya sudah saling mengenal tak berapa lama ini. Apakah ini di alam mimpi atau alam jin? pikirku. sesaat sebelum aku melangkah mendekati ketiganya ada yang mencegahku dengan menarik bajuku dari belakang.

"Jangan ikuti mereka, aku takut, mereka itu bukan manusia semua" Rania merengek ketakutan.

"Bukannya kamu sudah bertemu Kimi dan Kazza tadi, kenapa takutnya sekarang, sudahlah aku sudah sering pergi 'kesana' kok, lagipula kamu gak perlu ikut kan, gadis penakut" ucapku berusaha menenangkan Rania.

"Enak saja, aku bukan gadis penakut" bantahnya.

"Kau sebaiknya kembali saja ke 'tempatmu' yang disini sekarang bukan urusanmu kan, sudah sana pulang" kucoba untuk mengusir Rania secara halus.

"Enggak mau! aku disini saja, lagipula selama ada dirimu aku merasa nyaman" dia masih membantah dan tak bisa kutolak.

"Sudah selesai berdebatnya, aku mau memperkenalkanmu pada seseorang" Kimi memecah perdebatanku dengan Rania.
Kimi memperkenalkanku pada lelaki yang bersamanya itu.

"Diriku adalah Surgeni, patih dari 'alas baluran' perkenankan diriku untuk membawa anda menghadap raja kami" sapanya.

"Ah iya salam kenal ya namaku Alvian. Emm...kenapa tidak memperkenalkan nama asli dan wujud asli anda Patih Surgeni?" mulutku bicara tanpa berpikir lagi.

"Bodoh, kau ini selalu saja bicara tak sopan pada bangsa kami" Kazza tiba-tiba mengomeliku.

"Diam Kazza" dan Kimi pun menenangkannya.

"Sudahlah, anda ternyata lebih dari sekedar manusia biasa, hmmm kaum kami sudah terbiasa dengan wujud berpenampilan  jawa kuno dan nama-nama yang dulu disandang oleh manusianya" jawab patih itu dengan halus.

Kepalaku hanya menggangguk pertanda mengerti daripada berbicara macam-macam lagi, lalu kami semua diantarnya menuju tempat yang disebutnya dengan 'kerajaan baluran'. Surgeni ini adalah salah satu jin penguasa angin, dia dengan mudah menggunakan angin untuk membawa kami dengan sekejap menuju kerajaannya. Tak lama sampailah kami berlima di 'kerajaan baluran', nyala obor menerangi seluruh penjuru kerajaan kecil ini, pasar malam menghiasi alun-alun di depan istananya.

Mendadak di depanku muncul seorang lelaki tinggi berbadan tegap berotot, lalu dia berlutut menghadap kami.

"Tak kusangka anda juga ikut kemari yang mulia ratu Kijang Jamrud Kencana, salam hormat dari hamba untukmu" ucapnya, lalu mendadak mataku melirik ke arah Kimi.

"Tuan raja anda tak perlu bertutut seperti itu, aku kemari hanya mengikuti pangeranku ini" jawab Kimi padanya, tak kusangka dia terkenal sampai di tempat ini juga.

"Kau ada perlu hanya dengan pangeran Alvian kan, biarkan aku dan adikku berkeliling menikmati kerajaan anda malam ini" Entah apa yang ada di pikiran Kimi sehingga dia 'menyerahkan aku pada si raja ini.

"Baiklah yang mulia ratu, lalu siapa gadis yang bersama pangeran itu" raja itu menunjuk Rania.

"Eh anu, gadis ini ada dalam asuhanku dan tak boleh lepas dari sampingku" jawabku spontan.

Tanpa banyak tanya si raja tadi mengajakku ikut bersamanya, patih Surgeni mengawal Kimi dan Kazza berkeliling kerajaan.

"Anda pasti sudah mengetahui tentang diriku pangeran, nama dan wujud asliku, jadi tak perlu lah kuperkenalkan padamu" ucap si raja padaku.

"Anda adalah salah satu penyihir dunia jin, salah satu penguasa ilmu pengasihan yang terhebat, apakah nama Zeneb tak asing bagimu, raja?" balasku.

Dan sejenak dia berhenti.

"Kau sudah bertemu dengannya, salah satu nama terlarang bagi kami para penyihir, dan panggil saja aku Amru" ucapnya dengan nada datar.

"Eh, Zeneb sudah mati kok, dia dibantai seekor naga hitam karena terlalu mencari gara-gara dengannya" jawabku singkat.

"Dia adalah salah satu yang mengubah sihir untuk kejahatan, salah satunya adalah 'ilmu pengasihan', Zeneb memanipulasi ilmu itu menjadi 'ilmu santet' dan kau pasti sudah menyadari hal itu kan" mulutku hanya mengiyakan ucapannya, tak enak rasanya terlalu mengungkit tentang Zeneb.

Kemudian langkah kami berlanjut, Amru mengajakku dan Rania menuju sebuah gubuk di pinggiran kerajaan. Kami masuk kedalamnya dan seorang wanita bercadar langsung menyediakan makanan serta minuman untuk kami.

"Mari silahkan duduk, wanita tadi adalah istriku dan gubuk ini adalah rumahku, aku tidak senang tinggal di istana hahahaha" Amru menjelaskan dengan terbahak.

"Langsung saja, aku mengundangmu kemari hanya untuk memberikan apa yang dulu dititipkan oleh leluhurmu padaku" 

"Terimalah bungkusan ini" Amru memberikan sebuah bungkusan kepadaku.

Kuterima dang langsung kubuka, sebuah kotak kayu tanpa ukiran ada di dalam bungkusan tersebut. Kubuka kotak itu dan kudapati sebuah 'buku' terbuat dari lembaran kertas 'papirus', entah tulisan apa yang tertulis disitu yang pasti aku tak bisa membacanya.

"Hanya leluhurmu yang tahu cara membacanya, diriku sendiri tak tahu tulisan apa itu, dahulu dia memberikan saja kepadaku lalu kusimpan di dalam kotak itu" Amru menjelaskan sedikit.

Aku sebenarnya bingung harus kuapakan 'buku gaib' ini, tapi kuterima saja titipan ini. Kuperhatikan Rania yang dari tadi tak membuka mulutnya sedang makan dengan lahap hidangan yang disiapkan oleh istri Amru.

"Dan ini adalah hadiah dariku untukmu" Amru memberikan sebuah mutiara putih padaku.

"Itu bisa berguna bagimu suatu saat, hadiah dariku karena menceritakan tentang Zeneb tua hahahahaha" dia menjelaskan sambil terbahak lagi.

 Kami menghabiskan sisa malam dengan berkeliling di kerajaan kecil ini,, Rania juga terlihat menikmati dan tak ketakutan lagi.

GLODHAK GLODHAAK! Suara dari bus kami sedang berjalan menaiki kapal ferry membangunkanku, sepertinya perjalananku sudah sampai di pelabuhan Ketapang, kuperhatikan Arina malah masih terlelap, guncangan tadi tidak membangunkannya. 15 menit kemudian kapal mulai meninggalkan pelabuhan Ketapang menuju ke Gilimanuk.

"Kau mau membantu Kirana kan?" suara Rania terdengar di kepalaku.

-Bersambung-


No comments:

Post a Comment