Thursday 15 September 2016

Serial Detektif Indigo (SDI): Korban Terakhir (bagian 7)

Skak Mat


Sepanjang perjalanan Ki Segoro menceritakan semua yang diketahuinya tentang para pelaku, pelaku pria yang sudah tewas bernama Anwar dan pelaku wanita bernama Yani. Tersangka Yani ini adalah murid Ki Segoro atas pengaruh ayahnya dulu yang juga muridnya, Yani menikah dengan Anwar dan dikaruniai seorang putra. Singkat cerita mereka berpisah setelah ayah Yani semakin tidak menyukai Anwar yang tidak berpenghasilan, mereka bertemu kembali setelah kematian putra mereka lima bulan silam.

Anwar adalah yang paling terpukul akibat kematian putranya itu, kematian itu membuatnya sangat uring-urngan hingga membuatnya memaksa Yani yang mantan istrinya meminta bantuan Ki Segoro guru spiritualnya. Dengan arahan dari Ki Segoro mereka melakukan perbuatan jahat, yaitu menculik dan memotong anggota badan tertentu dari korbannya untuk disambungkan dengan mayat anaknya. Di akhir pengakuannya Ki Segoro hanya memberitahukan kediaman ayah tersangka Yani, dan dari situlah perburuan berikutnya akan dimulai.

Akhirnya kami tak langsung membawa Ki Segoro ke markas polda, sudah diputuskan untuk langsung menuju ke alamat ayah tersangka Yani. Kami benar-benar berlomba dengan waktu, kondisi korban terakhir juga menjadi prioritas dalam pengejaran ini.

"Saya ada pertanyaan pak, apabila kita tak bisa menemukan tersangka ini dari keterangan ayahnya apa akan kita ambil cara 'lain' seperti waktu saya melacak keberadaaan Ki Segoro?" tanyaku pada pak Rama.

"Pasti akan kita pakai cara 'itu' tentunya juga apabila kamu sendiri tak keberatan membantu kami sekali lagi vin" jawabnya.

"Saya merasakan ada keraguan dari pertanyaanmu tadi, apa ada hal lain yang kamu ingin sampaikan" imbuhnya.

"Emm, bapak mengetahuinya juga ternyata, tersangka Yani ini saya rasakan dia sedang ketakutan, sangat ketakutan seperti sedang menghadapi sesuatu yang mengancamnya"

"Dia berada di sebuah rumah yang terisolasi dari keramaian, lokasinya di pinggiran kota dan dekat sekali dengan laut..." kuceritakan penerawanganku tentang lokasi tersangka Yani pada pak Rama.

Lalu tiba-tiba pandanganku mengarah kepada Ki Segoro.

"Makhluk apa yang kau kirimkan pada Yani dan Anwar, aku tahu kau turut ambil bagian dari pembunuhan bocah-bocah itu" tanyaku dengan nada serius.

"Kau jawab dia Segoro" bentak pak Rama.

"A-aku tak tahu apa yang kau maksud anak muda, aku sama sekali tak ambil bagian dalam ritual itu" jawab Ki Segoro sambil berkeringat.

"Ijinkan saya melakukannya pak" ucapku sambil memandang ke arah pak Rama, dia menjawabnya dengan mengangguk.

Kusentuh kepala Ki Segoro dengan kedua tanganku dan....

Kumasuki bawah sadar Ki Segoro, ternyata diriku tidak sendiri.

"Kalian kenapa ikut-ikutan kemari, terutama kau Kazza"

"Aku dan Samman melihat-lihat saja kok, lagipula kami sudah daritadi berada di dalam 'sini' menunggumu hihihi" jawab Kazza enteng.

"Sudahlah, ikutilah aku anak muda ada yang ingin kuperlihatkan kepadamu" imbuh Samman.

 Kuperhatikan Samman sekarang tidak berwujud harimau lagi, dia mulai membiasakan diri memperlihatkan wujud aslinya kepadaku, seorang laki-laki gagah berselimutkan api hijau di seluruh tubuhnya. Tanpa pikir panjang langsung kuikuti saja dia, sepertinya Samman sudah tahu apa yang kucari di dalam bawah sadar Ki Segoro. Alam bawah sadar Ki Segoro dipenuhi kabut gelap dan Samman tanpa ragu berjalan di depanku membuka jalan,hingga akhirnya samar dan mulai terlihat seorang laki-laki tua, manusia, sedang meringkuk kesakitan.

Apa ini? Laki-laki ini adalah Ki Segoro, dia meringkuk tak berdaya dengan dua buah rantai mengikat di kedua kakinya. Kudekati dan kucoba menyapanya namun dia seperti tak mengetahui keberadaanku di dekatnya, lalu perhatianku beralih mengarah pada rantai yang mengekangnya, rantai hitam yang sangat solid. Kuperhatikan dari dekat ternyata di tiap bagian dari rantai ini tertulis sebuah mantra dengan tulisan yang sama sekali tak kumengerti.

"Itu tulisan jin, dan itu adalah mantra pengekang jiwa" Samman tiba-tiba berkomentar.

"Apa isi dari mantra ini" tanyaku.

"Sebuah perjanjian pertukaran jiwa manusia dengan ilmu-ilmu yang dia kehendaki dari jin penyihir, tiap ilmu harus dibayar dengan jiwa yang berbeda" jelas Samman.

Penjelasan Samman tadi membuatku menemukan hal lain, 'jiwa yang berbeda' itu diantaranya pastilah bocah-bocah yang diculik oleh Anwar. Perasaanku mengatakan bahwa Ki Segoro tidak hanya membuat perjanjian terkutuk dengan Zeneb, ada satu jin lagi yang membuat kontrak jiwa dengan Ki Segoro

"Kita bisa telusuri dari rantai itu, tapi resikonya terlalu besar bahkan bagi jin sekali pun" Kazza akhirnya ikut berbicara.

"Apa sih resikonya" tanyaku.

"Jiwa kita akan terhubung dengan jiwa penulis mantra dan kontrak itu, dan tidak menutup kemungkinan kita pun akan ter-ikat juga dengan rantai itu" Kazza menjelaskan dengan cemas.

"Kumohon kali ini jangan berbuat nekat, kakakku bisa marah besar kepadaku kalau terjadi apa-apa denganmu" Kazza semakin cemas.

"Terjadi apa-apa denganku! menendangku dan mengambil alih tubuhku termasuk juga nggak sih?" jawabku menyindir Kazza

"Pokoknya jangan jangan jangan!" Kazza memegang tanganku dengan erat.

"Iya iya kali ini aku tidak nekat kok, terus apa hubungannya yang kita temukan disini dengan 'ketakutan' yang saat ini sedang dialami oleh Yani?" tanyaku sembari berpikir.

"Mungkin hari ini adalah waktunya" komentar Samman ragu.

"Waktunya? apakah jiwa Yani akan diambil juga hari ini oleh si pengontrak Ki Segoro" tanyaku.

"Bocah terakhir itu mungkin akan dibunuh, maksudku dipotong bagian tubuhnya hari ini oleh manusia perempuan itu" Kazza menjawab dengan dingin.

"Apa, kita harus secepatnya menuju kesana" tegasku.

Dan kami bertiga memandangi jiwa Ki Segoro yang terikat tak berdaya, lalu perlahan aku pun kembali pada kesadaranku.

Kulepaskan kedua tanganku dari kepala Ki Segoro, kubuka mataku dan kulihat dia sekarang menjadi sangat ketakutan melihatku.

"Kau ini...apa yang telah kau lakukan hah, kau akan membuatnya marah besar" laki-laki tua itu berbicara dengan nada cemas dan ketakutan sambil memandangku.

"Dia tidak seperti yang satunya, kau bodoh...bodoooh" teriaknya, dan anak buah pak Rama pun berusaha menenangkannya.

"Informasi apa yang kau dapatkan Vin?" tanya pak Rama.

"Sebuah deadline pak, kita menghadapi resiko bahwa korban terakhir akan 'dikorbankan' hari ini" jawabku yang membuat pak Rama terkejut.

"Astaga, dan kita masih belum menemukan persembunyan Yani" lanjutnya dengan cemas.

Diriku juga berpacu diiringi kecemasan, dan tanpa terasa mobil yang membawa kami mulai mendekati persembunyian Yani, tapi lokasinya masih belum bisa dipastikan.

"Kita sudah semakin dekat, saya menawarkan diri untuk ikut menyergapnya pak" sebuah permintaan kutawarkan kepada pak Rama.

"Oke, kamu jangan terlalu jauh dariku ya" jawabnya.

Akhirnya mobil berhenti di sebuah lokasi yang kuperkirakan sudah dekat dengan tersangka terakhir. Suasananya hampir penuh dengan tumbuhan bakau dan terlihat beberapa sisa bangunan rumah yang sudah hancur dan tak dihuni, kali ini dua tim turun untuk memburu tersangka. Hampir setengah jam kami mengitari wilayah ini tapi tak dapat menemukan sebuah bangunan yang diperkirakan dihuni oleh tersangka, dan hal ini seringkali membuatku berkali-kali ditanya oleh anggota tim lain dan juga pak Rama.

Dan selama itu pula diriku baru sadar bahwa hawa Kazza dan Samman sama sekali tidak kurasakan, mereka tidak berada di dekatku seperti tiba-tiba saja menghilang. Kututup mataku untuk berkonsentrasi sejenak, kupergunakan hatiku untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi disini. Akhirnya kurasakan ada tenaga gaib yang membuat 'mata' kasat kami menjadi tertutup.

"Kita telah dipengaruhi oleh kekuatan gaib sehingga pandangan kita tak mampu menembus pagar gaib yang mengelilingi rumah tersangka" ucapku pada semuanya.

"Isilah mulut kalian dengan air dan semburkan ke wajah rekan kalian, percayalah" sebuah solusi tak masuk akal tiba-tiba saja kuucapkan.

Antara ragu dan tidak mereka semua akhirnya melakukannya, hasilnya sungguh membuatku terkejut, mereka akhirnya bisa 'tersadar' dan tak lama persembunyian tersangka pun kami temukan.

Pintu didobrak seluruh ruangan di geledah, Yani ditemukan di kamar paling belakang dia sudah memegang pisau jagal di tangannya dan bersiap akan memotong korban terakhir. Dua orang langsung menyergapnya, tapi tenaga Yani sungguh diluar dugaan sangat kuat sekali, seakan tenaga empat orang lelaki dewasa, dua orang lagi membantu mengamankan wapi harus bergulat dulu dengan Yani yang tenaganya menjadi semakin luar biasa.

Yani hanya berteriak-teriak seperti sedang kesurupan dan terus melawan, tim penyergap juga tidak diberi ijin untuk melumpuhkannya dengan tembakan sehingga pergulatan menjadi seru. Keadaan ini membuatku jadi ikut menjadi tidak sabar, di sebuah kesempatan ketika mereka berhasil mengunci gerakan Yani aku bergerak maju dan kupukul tengkuk Yani, dia langsung pingsan dan akhirnya berhasil diborgol. Yani segera dibawa ke dalam mobil, dan sisanya termasuk diriku menyusuri rumah ini untuk mengumpulkan barang bukti.

Korban diamankan dan diserahkan kepada tim kesehatan yang sudah dipanggil. Di sebuah ruangan yang terletak di dekat dapur kami menemukan sebuah freezer seukuran peti mati, noda-noda yang diperkirakan adalah cipratan darah banyak menempel di permukaannya, akhirnya tim forensik yang sudah datang membuka  freezer tersebut. Isinya adalah sebuah mayat bocah laki-laki dengan banyak jahitan di tubuhnya, sungguh menjijikan, mayat ini adalah anak laki-laki kedua tersangka Anwar dan Yani yang diawetkan dengan cara menyimpannya di dalam lemari pendingin.

Sementara itu diriku kembali teringat akan Kazza dan juga Samman, hal itu membuatku tanpa sadar  melangkah keluar dari rumah 'horror'  itu dan menuju ke sebuah sumur tua di halaman belakang rumah itu. Pak Rama yang melihatku sempat bertanya apa yang sedang kulakukan, namun bisa kujawab dengan alasan logis sehingga dia akhirnya membiarkanku. Semakin mendekat pada sumur itu samar makin kurasakan hawa Kazza dan Samman, dan juga hawa yang mirip dengan Zeneb tapi bukan dia. Lalu diriku berdiri di dekat sumur itu dan kututup mataku.

"Jadi kaulah yang 'satunya' lagi" tanyaku pada sebuah sosok yang belum kuketahui.

"Kau hebat sekali mampu memghabisi Zeneb, jujur aku takut menghadapi manusia sepertimu bagaimana jika kita membuat perjanjian, aku bisa membuatku kaya dan berkuasa" 

Sebuah makhluk menyerupai kijang namun bertaring dan mengeluarkan api dari mulutnya tiba-tiba muncul di hadapanku.

"Tak perlu, aku tak butuh semua yang kau tawarkan, diriku kesini hanya untuk menghajarmu" jawabku.

Tanpa aba-aba kijang besar itu berlari menyeruduk kearahku, serangannya mampu kuhindari.

"Kau benar-benar hebat manusia, jauh lebih hebat daripada si Segoro itu" ucapnya kepadaku.

"HEEIIIII lepaskan kami dulu, kami disini, ini aku Kazza dan Samman juga ada disini" sebuah teriakan yang berasal dari dalam sumur.

Kasihan juga aku pada Kazza dan Samman, tanpa kupedulikan diriku langsung menuju ke dalam sumur itu dan melepaskan mereka berdua, si kijang tadi ikut mengejarku sambil menyeburkan api dari mulutnya. Setelah berhasil lepas kami pun keluar dari dalam sumur itu.

"Binatang buas busuk beraninya menggunakan misik untuk melumpuhkan aku, sekarang kuhajar kau, akan kupanggang kau hidup-hidup" Kazza berteriak marah, diriku dan Samman hanya mampu melihat tanpa mencegah si 'putri kecil' kecil itu menghajar si kijang.

Kazza berubah menjadi burung api berukuran raksasa dan menghajar jin berwujud kijang itu tanpa ampun, sedangkan kijang itu hanya melawan dengan semampunya tapi tak mampu mengimbangi serangan yang dilancarkan oleh Kazza. Samman hanya diam saja di sebelahku, dan diriku jadi bengong melihat Kazza yang kekanakan itu tanpa ampun menghajar si kijang, Kazza terus menyerang walaupun kijang itu sudah tak mampu berdiri lagi dan akhirnya sesuai apa yang dia ucapkan Kazza benar-benar memanggang kijang itu sampai tewas.

"Kalau kau sudah selesai ayo cepatlah sedikit, aku sudah capek nih, pingin pulang istirahat" teriakku pada Kazza yang masih keasyikan.

"Rasakan kau, mampus, makanya jangan macam-macam dengan Kazza hahahaha" ucapnya sombong. (-_-)

Akhirnya diriku kembali pada kesadaran dan balik menuju ke mobil menemui pak rama, kujelaskan semua dan ahirnya setelah itu ada anggota polisi yang ditugasi mengantarku pulang ke rumah.

Sampai di rumah juga akhirnya, bisa istirahat seharian deh, tapi! Bapak menyambutku dengan marah karena 'kelayapan' dan mbak Astrid yang membelaku tak digubris oleh bapak. Samman berpamitan untuk kembali 'berkeliling' sedangkan Kazza langsung bersantai saja, kasihan telingaku harus mendegar omelan bapak, dan tubuhku yang sudah lelah ini ingin segera merebah di kasur, aduuuh malangnya diriku.


-THE END-

3 comments: