Sunday 4 September 2016

Serial Detektif Indigo (SDI): Korban Terakhir (bagian 6)

 Xien, Akhir & Harapan baru


"Tak kusangka pengawal-pengawal 'ratu es' bisa dibantai dengan mudahnya, kau tak bisa lagi kuanggap remeh" ujar jin tua itu.

Kemudian dia mendongak keatas.

"Dan kau, aku tak ingin berurusan denganmu" ucapnya pada naga hitam.

Dia lalu berjalan mengarah padaku, kujauhi Kazza dan si harimau dan memilih tempat yang agak jauh dari posisi pak Rama. 

"Jadi apa yang akan kau lakukan untuk melawanku bocah" sesumbarnya

"Oh untukmu sudah kusiapkan kejutan yang menarik jin tua" jawabku.

"Hmmm kejutan ya, baiklah akan kuhabisi kau dengan kekuatan penuh, lalu kuhabisi pula mereka sesudahnya" ancamnya.

"Oke, bersiaplah..." balasku.

"Zeneb tua" imbuhku dengan senyum licik.

"Tahu darimana kau....tak akan kuampuni kau bocah" teriaknya dengan murka.

Jin tua Zeneb menerjang dengan beringas kearahku, berbagai tembakan energi panas dilontarkan kepadaku dengan cepat.  Gerakan tubuhku hampir tak bisa mengimbanginya, beberapa kali serangannya mengenaiku, setiap kali ada kesempatan secepat mungkin aku membalas serangannya, itu pun juga harus dalam jarak dekat karena akus ama sekali tak punya serangan jarak jauh seperti Zeneb.

"Hei biarkan aku membantumu anak muda, gunakanlah kekuatanku" pak Loreng menawarkan bantuannya.

"Tapi untuk itu kau harus memintanya dengan tulus dan sebut namaku dua kali" lanjutnya.

Sebetulnya itu bisa berguna juga, tapi aku belum mengetahui nama asli pak loreng. Lagipula dalam keadaan seperti sekarang ini mana mungkin aku bisa berpikir tentang namanya, Zeneb terus-terusan menyerangku tanpa ampun. Sungguh sial sekali makin lama banyak serangannya yang mengenaiku, perisai yang melindungi tubuhku semakin tak berguna rasanya. Sebenarnya daritadi ada satu hal yang kuperhatikan dari Zeneb, yaitu mulutnya terlihat seperti komat-kamit seperti sedang membaca sesuatu tapi tidak terlalu jelas kudengar.

Sebuah serangan beruntun menjatuhkanku, Zeneb dengan cepat bergerak mendekatiku dan menghajarku dan sesekali dari mulutnya keluar kata-kata yang tidak kumengerti, entah apakah itu bahasa para jin atau semacam mantera karena setiap kali dia menghajarku serasa kekuatannya bertambah. Di sebuah kesempatan ketika serangannya melambat kusempatkan untuk menghantamnya dengan bola cahaya yang kukeluarkan dari tanganku hingga dia terlontar lumayan jauh, lalu tanpa menoleh kutanyakan pada Kazza tentang apa yang diucapkan oleh Zeneb tadi.

"Itu....itu adalah ayat-ayat kami, ayat-ayat dari kitab bangsa jin" jawabnya singkat.

"Ayat-ayat seperti itulah yang sering digunakan oleh para ahli nujum kami, namun jika yang mengucapkan adalah manusia maka efeknya akans angat buruk, manusia tak akan mampu menahan kekuatannya" lanjutnya.

"Semenjak iblis dikutuk dia mempergunakan kitab suci bangsa kami sebagai senjata utama, dia dan keturunannya mempergunakan isi dari surat-surat tertentu sebagai mantera sihir dan mengajarkannya kepada manusia, namun tidak sepenuhnya diajarkan karena manusia takkan mampu mengucapkan isi ayat-ayat tersebut dengan sempurna. Maka dia mengajarkan pada manusia untuk mempergunakan 'media pengganti' sebagai syaratnya. Namun Tuhan maha adil, pada jaman Sulaiman (nabi Sulaiman A.S) Beliau mengutus Harut dan Marut untuk mmperkenalkan pada para manusia cara untuk menangkal sihir jahat" pak Loreng menambahkan.

"Dan karena Zeneb adalah sorang jin maka bebas untuknya membaca mantera-mantera tadi dan digunakannya untuk melawanku, benar begitu kan" ujarku.

"Seandainya kau mengetahui namaku" ucap pak Loreng lirih.

"Aku bisa memberitahukanmu namanya, tapi ada syaratnya" ucap Kazza menawarkan diri

"Apa?" balasku.

"Kau harus berjanji untuk selalu membelaku di depan kakakku, ingat ya 'harus' selalu membelaku kalau ingkar akan kubalas kau, aku akan hinggap di kepalamu seumur hidup dan berbuat semauku" jawabnya.

"Kau bercanda ya (-_-) tak usahlah biar kupikirkan sendiri" aku menolak tawaran Kazza.

Sementara Zeneb masih belum kembali kudekati si harimau dan kusentuh kepalanya. Dari situ kudapatkan banyak sekali kejadian-kejadian yang telah dia alami, penuh kesedihan namun dengan gagah dia menghadapinya, akhirnya diriku tersadarkan.

"Samman, namamu Samman" ucapku di depan pak Loreng.

"Aku sangat senang sekali akhirnya dirimu mengetahuinya, sekarang kembalilah kesana, dia sudah dekat" jawabnya.

Kali ini diriku yang mendekati Zeneb, jin tua itu terlihat sangat kesal sekali lalu dia merubah dirinya menjadi seekor ular hitam besar dan menyemburkan api dari mulutnya. Semburan api itu bisa kuhindari tetapi sesudahnya menjadi tidak mudah, Zeneb mampu mengendalikan apinya dan diarahkan kembali padaku. Tak ada jalan lain lagi, kupanggil nama Samman dua kali.

"Samman, Samman" dalam sekejap api yang menyala hijau menyelimuti tubuhku.

"Pergunakanlah dengan bijak anak muda, aku percaya padamu" pesan Samman padaku.

Tanpa ragu kugunakan kekuatan baru ini untuk menandingi Zeneb, kumulai dengan serangan jarak jauh, kukerahkan tenagaku untuk membentuk bola api besar dan melontarkannya ke arah Zeneb, dia menyerang balik dengan cara yang sama. Dua bola api saling beradu dan menciptakan ledakan besar, tanpa mengulur waktu kupergunakan kesempatan ini untuk menyergap Zeneb dengan menerobos ledakan tadi, sungguh cara gila tapi merupakan 'counterattack' yang bagus, Zeneb terkejut melihatku keluar dari ledakan bola api tadi dan tak sempat dia melindungi diri.

Satu demi satu pukulan dan tendangan kuhadiahkan pada tubuhnya, kemudian kudekap badannya dan mengerahkan energi pada kedua tanganku untuk membentuk bola halilintar yang diselubungi api hijau. Zeneb mengeram kesakitan dia kutendang jatuh dengan seluruh tubuhnya berada di dalam bola halilintar, akhirnya kulemparkan sebuah bola cahaya putih kearahnya sebagai pemicu ledakan bola halilintar dan diselubungi api haijau itu. BLAAAARR!!!! ledakan dahsyat kembali terjadi.

Ledakan energi itu membuat Zeneb kepayahan, wujud ularnya hampir tak mampu lagi bergerak hingga dia merubah diri ke wujud asalnya. Keadaan ini membuatku lengah karena kuanggap Zeneb telah 'kalah' namun rupanya jin tua itu masih memiliki siasat terakhir. Entah apa yang diucapkan oleh mulutnya tiba-tiba saja dia berada di belakangku dan menyerangku dengan tinju api, tubuhku menjadi lemah setelahnya entah apa yang akan dia perbuat padaku selanjutnya.

Ternyata Zeneb tidak meneruskan serangannya kepadaku, dia bergerak menuju mobil dimana tubuh 'kosongku' berada, sepertinya dia hendak berbuat sesuatu yang tidak baik pada tubuhku. Sial sekali diriku tak mampu bergerak untuk mencegahnya semua karena kelenghanku, tiba-tiba terdengar suara dahsyat seperti benda yang jatuh dari langit.

 BLEGAARRR!! getarannya sungguh dahsyat, kemudian sedikit samar kulihat ada 'orang' lain berdiri di belakang Zeneb, seorang lelaki berambut hitam panjang terurai berdiri gagah dengan memegang pedang besar. Kulihat Zeneb terkejut melihat kedatangannya dan dia tak mampu bergerak di hadapannya, lelaki tersebut lalu memegang kepala Zeneb hanya dengan sebuah tangannya lalu mengangkatnya. Lelaki itu lalu berjalan kearahku, semakit dekat kulihat wajah orientalnya yang berkulit putih dengan tatapan dingin padaku, dia memakai kemeja China dengan motif naga hitam.

Apakah ini? Mungkinkah dia si naga hitam itu sendiri.

"Mau apa kau denganku?" tanyaku pada lelaki itu.

Dia hanya memandangiku kali ini dengan tatapan marah, kemudian dia hunuskan pedang besarnya ke tubuh Zeneb. Zeneb hanya mampu mengerang tak berdaya tapi dia masih sempat 'menembakkan' sesuatu padaku yang berupa sinar putih, lalu ditarik lagi pedang itu dan lelaki itu melemparkan Zeneb ke udara, dia lalu melompat dan dengan pedangnya dia mencabik-cabik Zeneb di udara, sisa-sisa tubuh Zeneb dengan sendirinya terbakar api hitam dan jatuh ke tanah. Lelaki itu lalu tertawa terbahak-bahak dan merubah wujudnya menjadi naga hitam.

"Xien......kau adalah Xien....bukan itu bukan nama aslimu, itu adalah nama yang diberikan padamu oleh leluhurku" gumamku, lalu naga itu kembali lagi ke angkasa.

Kazza dan Samman lalu membawaku yang sudah kelelahan kembali ke tubuhku asliku yang berada di dalam mobil.


Diriku sudah sadar kembali dan bergegas menuju ke pak Rama, ada yang harus kusampaikan. Rupanya hal terakhir yang dilakukan oleh Zeneb tadi adalah sebuah 'pesan' untukku, ya setidaknya semacam itulah, dan isi dari pesan itu harus kusampaikan kepada pak Rama sebelum terlambat.

"Itu terlalu berbahaya vin, aku tak bisa membawa orang sipil ikut dalam penyergapan" ucap pak Rama.

"Saya harus ikut pak, Ki Segoro mempunyai sebuah pusaka yang mampu menangkal api, artinya senjata api, lampu senter dan sejenisnya tak akan mampu digunakan. Tim buru sergap harus bekerja dalam kegelapan dan mereka akan berhadapan dengan Ki Segoro yang memiliki ilmu kekebalan tubuh, saya harus kesana membantu mereka" jelasku.

"Aku tak ingin terjadi apa-apa denganmu" tegas pak Rama padaku.

"Bapak lihat sendiri kan apa yang baru saja terjadi disini" tanyaku, pak Rama sambil melihat pohon-pohon yang tumbang, roboh di sekeliling kami dengan tak percaya.

"Itu efek dari 'pertarungan' kami tadi pak" imbuhku.

"Percayalah kita tidak hanya menghadapi manusia saja di sini"

Pernyataanku akhirnya membuat pak Rama percaya dan memutuskan untuk mengejar tim utama.

Entah situasi apa yang akan kami hadapi disana nanti, tapi kurasa agak sedikit ringan dengan tanpa adanya Zeneb. Sekarang tinggal Ki Segoro yang hanya berpegang pada pusaka dan ilmu-ilmunya, dan kami harus bsia menangkapnya hidup-hidup demi menggali infomasi tentang keberadaan mantan istri tersangka penculikan yang sudah tewas. Tentunya lebih cepat ditemukan justru lebih baik karena kami percaya korban terakhirnya masih hidup dan harus segera ditemukan.

Semakin mendekati padepokan Ki Segoro semakin kuat kurasakan hawa ilmu hitamnya, tak lama kemudian kami sudah menjumpai tim buru sergap yang sudah bersiap untuk meyerbu. Pak Rama memberi penjelasan kepada mereka tentang situasi yang tidak menguntungkan dikarenakan pengaruh gaib, maka itu pula aku dimasukkan dalam penyerbuan sebagai 'penetral' ilmu hitamnya Ki Segoro. Keadaan gelap gulita karena pusaka penangkal api milik Ki Segoro, kami berjalan dengan sangat berhati-hati mengitari padepokan di tengah hutan itu.

Akhirnya tim utama menyerbu masuk, mereka mendapat perlawanan dari dua murid Ki Segoro, anggota tim lainnya yang mengeluarkan senjata api untuk mendukung penyergapan kaget karena senjata mereka tak bisa meletuskan peluru. Sama seperti halnya guru mereka, kedua murid ini juga memiliki ilmu kekebalan jadi membuat penyergapan tidak berjalan baik.

"Tarik kain hitam di pinggang mereka, itu sumber kekebalan mereka" teriakku berusaha membantu.

Dan benar saja salah satu dari mereka ditarik kain hitam di pinggangnya dan sedikit kelimpungan lalu kembali melawan. Kali ini kelemahan mereka sudah diketahui dan penyergapan semakin mudah, namun tiba-tiba dua orang dari tim buru sergap terlontar ke tanah tanpa sebab. Ternyata itu ulah Ki Segoro yang menggunakan tenaga dalamnya.

"Huuuuh aku tak bisa menahan diri lagi, sekarang giliranku" teriak Kazza.

Dan tiba-tiba kepalaku pusing dan kurasakan kedua tanganku panas sekali seperti terbakar oleh api. Mendadak pandanganku kabur dan aku tak sadarkan diri.

"Hahaaaa kupinjam tubuhmu sebentar ya, aku tak tahan ingin menghajar dukun tua ini" celoteh Kazza terdengar di kepalaku.

Aku hanya bisa melihat tubuhku 'diambil alih' oleh jin bawel itu, sementara Samman menyuruhku untuk bersabar saja dan melihat apa yang akan terjadi.

Gila! Seakan mimpi, mataku melihat tubuhku diselimuti api dan keluar sayap burung dari punggungku, apakah ini wujud asli Kazza, pikirku. Kazza tanpa pandang bulu ikut-ikutan menghajar Ki Segoro dimana anggota polisi yang menyergap tak mampu menandingi guru ilmu hitam itu. Pukulan demi pukulan yang dilayangkan Kazza tak mampu ditahan oleh Ki Segoro. Mungkin bagi mata orang biasa akan terlihat 'tubuhku' itu hanya memukul-mukul dengan telak namun bagi orang dengan mata batin yang kuat akan terlihat kalau tiap pukulan yang dilancarkan menembakkan energi api.

Kulihat Ki Segoro semakin terdesak dan tak lagi mampu untuk melawan, lalu Kazza meraih sebuah keris dari balik selendang hitam yang dililitkan di pinggang Ki Segoro. Dihancurkannya keris itu lalu dia melancarkan serangang terakhirnya, api besar keluar dari tubuhku dan membentuk seekor burung api yang energinya menyala-nyala, kemudian burung itu terbang ke angkasa dan dengan cepat menukik kebawah menghujamkan diri ke tubuh Ki Segoro. Kemudian kurasakan badanku ini seperti tertarik kembali ke tubuhku yang tadi diambil alih Kazza.

"Sudah kubereskan dia, sekarang giliranmu" ucap Kazza pongah.

Akhirnya aku menguasai tubuhku lagi, sumpah akan kuhukum Kazza kalau kami sudah pulang nanti.

"Pusaka penangkal apinya sudah dihancurkan, kalian bisa menyalakan alat penerangan" kataku memberitahukan pada tim penyergap.

Akhirnya kami berhasil meringkus Ki Segoro dan dua orang muridnya, dia dibawa ke mobil untuk selanjutnya diinterogasi sepanjang perjalanan kembali ke markas Polda. Aku ikut duduk semobil dengan Ki Segoro untuk mengantisipasi hal yang tidak-tidak, lalu pak Rama mulai bertanya padanya.

"Langsung saja, kami berhasil meringkus mantan suami dari murid perempuanmu, dia tewas dalam penangkapan dan kami menemukan banyak hal termasuk informasi yang membawa kami untuk menangkapmu"

"Sekarang kami hanya ingin tahu, siapa jati diri keduanya dan dimana sekarang perempuan itu berada, aku yakin dirimu tahu lebih banyak karena kaulah yang mengajari mereka ilmu hitam" tegas pak Rama.


-BERSAMBUNG-

No comments:

Post a Comment