Thursday 29 September 2016

Serial Detektif Indigo (SDI): Kenangan Kirana (bagian 1)

Twin Soul?


Terang temaram senja memanjakan mataku sore ini, cahaya jingga diujung langit barat seakan melambai mengucapkan pamit pada hari ini. Sementara telingaku dimanjakan oleh musik-musik tahun 80an, pikiranku mulai membentuk suatu imajinasi yang entah ini hasil ilusi ataukah nyata dari alam lain. Angin laut Selat Bali halus menjamah kulitku dengan sepoi yang tak ada hentinya. Sejenak dari dek kapal  ferry kurasakan 'panggilan' dari dalam kepalaku, lalu aku turun menuju mobil yang terparkir di lambung kapal untuk menemui Kirana.

"Sudah hampir sampai Ketapang Vin?" tanya Arina padaku.

"Oh sedikit lagi, kira-kira sepuluh menit lagi, aku ingin bicara dengan Kirana kalau boleh nih" jawabku.

"Ouw, sana deh kau ajak dia ngoceh siapa tahu dia mau membuka mulutnya" jawab Arina sinis.

Jelas sekali yang kumaksud dengan 'berbicara' dengan Kirana bukanlah sebuah ajakan bersilat lidah, tapi lebih tepatnya adalah berkomunikasi dari 'hati ke hati' (bahasa populernya Telepati). 


Tiga Hari Yang Lalu 


Mimpi apa aku ini, tiba-tiba hari ini Arina dengan tergesa-gesa meneleponku dan mengajakku ke pulau Bali. Kami berangkat dengan bus malam menuju kota Singaraja di bagian barat pulau Bali, asiknya lagi semua akomodasi dibayar oleh Arina dan yang paling menyenangkan adalah.....kami hanya berdua. Bus kami berangkat pukul 17.30 dari terminal antar kota, perjalanan dengan bus malam ini memakan perjalanan kurang lebih 12 jam dan melintasi sepanjang jalur pantura Jawa Timur.

Sialnya....sepanjang perjalanan Arina lebih banyak mendengarkan musik dengan memasang head-set di telinganya dan tangannya hampir tak pernah lepas dari laptop yang dibawanya, terlebih lagi...kami duduk terpisah. Mungkin sebuah kebetulan kalau diriku duduk sendirian di bangku ini, entah kursi di sebelahku ini tidak laku atau penumpangnya terlambat, yang pasti kursi kosong ini sedikit memberi kakiku ruang untuk berselonjor.

Satu hal yang paling kunanti dari perjalanan ini adalah pada saat bus ini melewati Taman Nasional Baluran, sungguh menarik bagiku karena Kimi dan beberapa jin yang pernah aku temui pernah menyebut ada sebuah 'pemukiman' para jin hutan terbesar di pulau ini. Aku hitung sih masih 6 jam lagi bus ini melintasi area itu, jadi kuisi saja waktuku dengan bersantai melihat suguhan video di bus ini. Belum ada setengah jam kumelihat film yang membosankan di perjalanan ini mataku sudah terasa berat, ini sungguh tidak biasa bagiku untuk mengantuk di jam-jam sore begini tapi mataku sudah benar-benar tak mampu ditahan.

Kuperhatikan Kimi dan Kazza sedang berbicara pada seorang gadis remaja, hmmm lebih tepatnya sepertinya sedang memarahinya, dan tempat apa pula ini sekeliling hanya terlihat kabut tanpa pemandangan apa pun, apakah diriku sedang bermimpi. Kudekati ketiga 'gadis' itu sembari berpikir tentang keberadaanku sekarang ini.

"Kimi, sedang apa kalian di tempat ini, siapa gadis yang kau marahi itu" tanyaku.

"Ini adalah bawah sadarmu, aku menemukan gadis ini sedang berusaha menghilangkan kesadaranmu tadi" 

"Dia bukan dari bangsaku, sepertinya dia jiwa manusia yang terombang-ambing" jawaban Kimi ikut membuatku bingung.

"Sepertinya dia memang berhasil membuatku tak sadarkan diri, dan sedang apa juga bocah labil ini disini" tanyaku sambil melirik Kazza.

"Jaga mulutmu budak naga tukang mengadu, aku sedang mengawal kakakku" sepertinya Kazza masih belum terima kelakuanya dulu kuadukan pada Kimi.

"Sudahlah kalian jangan ribut, sebaiknya kita urus dulu gadis manusia ini" Kimi melerai adu mulutku dengan Kazza.

Gadis manusia atau jiwa manusia darimana yang sekarang ini berada di bawah sadarku, penampilannya layaknya gadis biasa dengan mengenakan baju tidur berwarna biru muda. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan rasa takut pada kami, kulitnya juga tidak terlihat pucat.

"Kalian akan menerima akibatnya jika masih nekat menemui Kirana, terutama kau" ancamnya sembari menunjuk diriku.

"Tenanglah dulu dan perkenalkan dirimu, kami sama sekali tidak tahu maksudmu, Kimi juga bukan orang jahat, jika dia bertindak kau keadaanmu tidak akan seperti sekarang ini"

"Percayalah padaku" kutenangkan dia dan kusentuh dahinya dengan telunjukku.

"Kau...kau ini bukan jin, apakah dirimu memiliki kemampuan yng sama seperti yang kumiliki. Ah lupakan, ayo jelaskan padaku apa maksudmu atau masalah apa yang sedang terjadi dan tak kuketahui?" imbuhku.

"Namaku Rania, dan aku bukan jin"

"Aku terlahir di waktu yang sama dengan kelahiran Kirana di dunia ini, tapi diriku tidak bisa merasakan dunia yang sama dengannya, kami bisa berbicara satu sama lain saja" jawab Rania.

"Tunggu dulu, Kirana? siapakah Kirana ini, aku sama sekali tak mengenalnya" potongku.

"Kirana itu saudara kembarku, kau akan segera menemuinya kan, pastilah dirimu yang akan berbuat jahat padanya" dia menjelaskan dengan amarah.

"Hmm saat ini aku memang akan pergi ke suatu tempat, tapi sumpah aku sama sekali tak tahu untuk tujuan apa dan melakukan apa nanti disana, menurutku sih hanya sekedar liburan saja" jawabku.

Kurasakan sebuah tangan menggoyangkan bahuku, ternyata Arina membangunkanku untuk mengajak makan malam. Bus yang kami tumpangi berhenti di sebuah rumah makan Probolinggo untuk layanan makan malam. Diriku ikut turun dari bus dan masih kurasakan rasa kantuk yang benar-benar membuat malas untuk membuka mata, sambil kupikirkan apa yang baru saja terjadi selama aku tertidur tadi.


-bersambung-



















 














No comments:

Post a Comment