Friday 26 August 2016

ARWANA

Arwana


"Pak Satriya, hasil pemeriksaan medis ketiga ini sama saja, Bapak tetap kami vonis Hepatitis namun belum bisa kami pastikan jenisnya, sementara kami tetapkan dulu jenisnya Hepatitis G karena itu adalah varian Hepatitis terbaru yang masih diteliti, sebaiknya anda mengambil cuti dulu dari pekerjaan". Nasehat Dokter itu untuk ketiga kalinya aku dengar, sudah dua bulan ini keadaan tubuhku berubah, dimulai dari sering lelah hingga berat badanku yang merosot tajam, bayangkan saja dari 72 kg beratku kini hanya 55 kg. Ketika kuceritakan penyakitku ini kepada Ibu, beliau mengatakan bahwa dulu diriku sudah komplit diimunisasi dengan vaksin Hepatitis, entah mengapa sekarang aku bisa terkena penyakit yang menyerang liver (hati) ini.

Sesuai nasehat dari Dokter akhirnya aku memilih untuk mengalah dan mengajukan cuti selama dua minggu untuk menjalani pengobatan, kupilih rawat jalan karena menurutku sakit ini masih belum terlalu menjadi-jadi. Syukurlah asistenku sanggup menggantikanku enjalankan tugas sebagai Kepala Bagian Keuangan, jadi aku bisa rileks untuk tidak terlalu memikirkan pekerjaan di kantor. 

Ada yang lucu sekaligus menjegal hatiku selama diriku sakit, yaitu ketika salah satu keponakanku yang diketahui 'indigo' oleh keluargaku tiba-tiba bermain di kamarku sembari mengoceh sesukanya "Om Triya dosanya apaan sih koq dijahati sama temannya", sungguh sebuah kalimat mengejutkan yang keluar dari mulut bocah berusia 4 tahun, walau pun perkataannya itu seakan tidak dibuat-buat dan sempat membuatku kaget tapi aku masih menganggapnya hanya 'sentilan' lewat.

Malam ini sengaja aku tidur tidak terlalu larut seperti biasanya (seringkali diriku tidur larut karena merevisi pekerjaan anak buahku di rumah), jam masih menunjukkan pukul 20.35 dan dengan santai kurebahkan tubuh ini diatas kasur, entah mengapa malam ini kurasakan kamarku ini begitu sunyi tanpa ada suara hewan malam yang biasanya terdengar masuk, senyap bagai sebuah kamar tanpa pintu dan jendela, semakin santai tubuhku merebah lalu entah darimana kudengar suara angin yang bergerak dari telingaku "syuuuuuuuu"  suara itu terdengar, bukan hanya sekali namun suara itu justru berlanjut sehingga memaksaku untuk berdiri dan memeriksa jendela kamarku, "heran, semua sudah tertutup rapat, apakah itu angin dari AC, tapi kenapa bisa sekeras itu" tanyaku dalam hati. Kembali kurebahkan tubuh ini, kumatikan lampu kamar dan kunyalakan lampu tidur sehingga cahaya temaram menerangi kamarku.


DOR DOR.....PLETAR....DHUAAAAR sebuah suara seperti ledakan petasan kudengar pada waktu mataku baru sejenak kupejamkan, "gila, siapa sih malam-malam begini main petasan" gumamku menggerutu sendiri, aku bangun dan langsung menuju jendela untuk melihat keluar, kudongak keatas namun tak terlihat satu petasan pun, tak lama ketika aku akan menutup jendela mendadak terdengar suara hembusan angin lagi, kali ini disertai hawa dingin yang membuatku merinding, lalu terdengar lagi suara ledakan petasan-petasan itu, kupandangi langit dan mataku melihat beberapa bola bercahaya warna merah menuju kearahku, bola-bola itu memiliki ekor layaknya sebuah komet, "astaga fenomena apakah ini, apakah aku ini sedang bermimpi?" aku bergumam sendiri lagi, DHUAAAR...PLETAAR bola-bola bercahaya merah itu mendadak mengeluarkan suara ledakan dan seketika lenyap di udara sebelum menghantam rumahku, sejenak lalu kuistirahatkan diri dan berdoa dengan tenang, kuberanjak kembali ke kasurku dan kumantapkan diri untuk kembali menutup mataku malam ini.

Syuuuuuu.....syuuuuuuuu.......hihihi...ahahahak.....psst..pssst, kurasakan hawa dingin yang menusuk tulang, angin yang berhembus pelan namun dingin sesekali mengarah menubruk tubuhku, dan kudengar suara-suara wanita diantara suara angin yang berhembus dengan dinginnya, sesekali suara mereka sedang tertawa, dan sesekali sedang berbisik-bisik, entah berada dimana aku ini, kabut yang tak mampu ditembus oleh mataku menghalangi diriku untuk bebas bergerak, serasa kaki ini takut jatuh atau kejeblos andai salah melangkah. "Sini Mas ganteng....ayo kesini ikuti suaraku Mas" sebuah suara seakan merayuku mengajakku untuk mengikutinya, apa ini hanya ilusi atau kah suara ini sengaja membimbingku untuk keluar dari tempat ini.

Kuikuti dengan hati-hati suara yang terus merayuku itu, dhuaaak, sebuah hewan berbulu tiba-tiba menubruk kakiku hingga membuatku jatuh terjerembab, aku berdiri lagi lalu dari depan kulihat lagi hewan itu bersiap untuk menyeruduk sekali lagi, ketika sudah dekat dengan jelas dapat kulihat wujudnya, seekor celeng berbulu hitam, kali ini diriku mampu menghindar dari terjangannya, "Ayo larilah kemari biar selamat Mas, ayo Mas Satriya" suara wanita itu kembali merayuku kali ini menyuruhku berlari, kuikuti ajakannya dan kuberlari menuju arah suaranya. Ketika berlari kurasakan ada yang tidak beres di belakangku, perasaan hati mendorongku untuk menoleh kebelakang dan kulihat beberapa keris dan burung gagak terbang mengejarku, lalu kupercepat lariku tanpa mempedulikan lagi arah suara wanita tadi.

Gedebuuuk..... mendadak celeng hitam tadi berdiri pas di depanku  dan menghalangi lariku, jatuh lagi aku terjerembap ke depan, kuberbalik dan kumelihat keris-keris serta gagak tadi bersiap untuk menghunusku. Kemudian dari arah belakangku datang secara misterius sorang wanita, rambutnya putih dan memakai busana Jawa dengan rambut putih terurai sampai ke lutut, wajahnya tak terlihat dan tersembunyi dengan rapi dibalik rambutnya yang terurai. Wanita tadi mendekapku dari belakang lalu keris dan gagak tadi menerjang tubuhku, "tidaaak, tidaaaak jangan sakiti akuuuuu" teriakku mengiringi rasa sakit dan hilangnya sadarku......

 "Triya, Triyaaaa bangun nak, ini sudah jam 11 siang" suara Ibu dengan nada cemas membangunkanku, sungguh tak kusangka mimpiku semalam itu sungguh terlihat seperti kejadian nyata, seakan benar-benar kualami langsung. Ada yang tidak beres sejak sang ini, badanku sangat lemas dan kedua kakiku tak bisa kugerakkan, seisi rumah menjadi gempar melihat kondisiku ini, namun dengan meyakinkan aku bisa membuat mereka tenang dan tidak keburu mengambil keputusan yang sepihak. Sejak hari itu aktifitasku hanya berbaring dan duduk di kasur untuk sekedar memainkan laptop, kakiku tak mampu bergerak lagi dan hal ini sungguh sangat menyebalkan bagiku.

Sudah seminggu kondisiku tidak ada peningkatan, aku tak lagi mampu berbicara dan yang paling mengenaskan adalah badanku semakin kurus hingga terpaksa aku harus opname. Diriku diopname di sebuah rumah sakit tua tempat Pamanku bekerja sebagai Dokter disana, rumah sakit ini tidaklah begitu besar dan gedungnya hanyalah bekas rumah dinas jenderal tentara Belanda, sebuah bangunan yang sangat luas untuk sebuah rumah dan dikelilingi oleh tembok sebagai benteng. Sore harinya Pamanku datang ke kamar tempatku diopname, sejenak dia duduk disebelah ranjangku dan berkata "Triya, Paman ada tamu yang menginap di rumah, Paman sempatkan bercerita tentang kondisimu ke teman Paman itu, besok dia ingin membesukmu, boleh kan?" kuanggukan kepalaku sebagai jawaban karena mulutku masih tak bersuara.

Malamnya di rumah sakit salah satu keponakanku menginap di kamarku untuk menjagaku, dia ini termasuk keponakan yang lengket denganku apalagi dia sering aku ajak jalan-jalan seperti sahabat sendiri. Aku masih terjaga ketika keponakanku sudah terlelap di sofa, hawa malam ini entah mengapa membuatku merinding, ingin rasanya diriku segera tertidur pulas daripada sewaktu-waktu nanti mengalami atau melihat sesuatu yang menakutkan. Dan benar saja, setelah hatiku cemas tiba-tiba di depan mataku muncul sorang 'suster' menembus dinding kamar, dia berjalan tanpa menoleh sedikit pun kearahku dan kembali menembus tembok dan menghilang, astaga apakah mataku baru saja melihat hantu? kemudian datang satu lagi sesosok wanita berambut pirang terurai mengenakan baju berwarna putih tulang berjalan tertatih, darah segar terlihat keluar menetes diantara ke ujung kedua kakinya.........dia muncul dari tembok dan menghilang lagi menembus tembok seperti suster tadi. 

'Hiburan' malam ini belum berakhir, selanjutnya terdengar perlahan sebuah senandung yang sesekali diselingi suara tawa khas Kuntilanak, dan yang terakhir adalah aku dikagetkan oleh munculnya barisan tentara Belanda tanpa kepala yang menembus dinding, mereka berjalan tegap lengkap dengan senjata di pundaknya, prok..prok..prok.prok suara langkah kaki mereka sembari berbaris melintas,  aroma melati pun mulai menyeruak dikamarku dengan diikuti suara Kuntilanak tadi, tak tahan dengan itu semua lalu kupejamkan mata dan berdoa, lambat laun aku mulai merasakan rasa kantuk dan tertidur.

Sore keesokan harinya Pamanku datang membesuk dengan membawa temannya, "Triya perkenalkan ini Wak Roz teman Paman dari Kalimantan, Wak Roz menginap selama tiga hari di rumah Paman karena ada urusan bisnis di sini, nah ini sekalian dia mau melihat keadaanmu" kata Pamanku. Wak Roz mendekat padaku dan menyapaku sembari mengusap dahiku "apa kabar Satriya, Pamanmu bercerita pada saya tentang keadaanmu yang sampai begini, saya jadi tertarik dan iba setelah melihatmu. Tak perlu saya menyembunyikan apa yang saya 'lihat' ya Triya, kamu selama ini mendapat kiriman teluh dari orang yang tidak suka denganmu, dan sepertinya orang itu tidak menghendaki kamu hanya sekedar sakit saja." kata Wak Roz lalu beliau terdiam, sementara diriku yang tak mampu berbicara ini hanya mengedipkan mata sebagai tanda respon. Kemudian Wak Roz seketika keluar dari kamarku, lalu beliau kembali masuk dengan ditemani seorang anak muda yang membawa sebuah aquarium mini berisi sebuah ikan berwarna biru yang indah "ini saya ada hadiah untukmu Triya, sekaligus untuk menjadi selama dioname, ini adalah ikan Arwana hasil budi dayaku sendiri di Kalimantan" ujar Wak Roz, tak lama setelah itu kulihat Wak Roz berbincang sebentar dengan Pamanku, entah apa yang diperbincangkan hingga kulihat wajah Paman berubah sangat cemas.

Keduanya lalu berpamitan padaku dan keponakanku yang menemaniku. Malam itu entah atas ketertarikan apa kuperhatikan terus ikan Arwana itu, dia terlihat begitu indah, anggun gemulai, hingga sampai kusadari bahwa malam itu tidak seperti malam sebelumnya, tak ada penampakan makhluk halus atau pun suara-suara gaib, malam ini tenang dan hanya diwarnai oleh suara serangga malam yang akhirnya membuatku terlelap. Dan tanpa kusadari, malam itu adalah (mungkin) menjadi malam terakhirku......

 Samar kudengar, "tambah lagi dosisnya suster, kalian siapkan alat kejut jantungnya cepat", apakah ini mimpi? 
Tubuhku terasa ringan sekali hingga diriku bisa merasakan lagi kakiku dan kucoba untuk berdiri, waw serasa diriku ini sedang melayang tak ada beban yang kurasakan sama sekali, dimanakah aku sekarang, kenapa tempat ini hanya berupa ruang tanpa batas, bahkan tak kulihat sebuah lantai sekali pun. Tanganku digenggam oleh sebuah 'cahaya' dan dibawanya tubuh ini terbang menuju sebuah pintu dengancahaya yang sangat terang, namun sebuah halilintar menyambarku sebelum 'cahaya' itu membawaku melintasi pintu tersebut, BLAAAAR!! dan seketika semua berubah menjadi gelap dan aku tak sadarkan diri.

Kudengar tangisan Ibuku dan saudara-saudaraku, perlahan kubuka mataku dan kulihat semuanya sedang menangis, entah apa yang mereka tangisi hingga tanpa sadar dari mulutku terucap "Kalian semua menangisi aku?". Kaget, haru dan bingung itulah yang terjadi siang itu, tanpa diriku mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi, badanku masih lemas dan pegal rasanya serasa punggungku habis ditarik oleh sesuatu. Saat itu juga pandanganku jadi tertuju pada ikan Arwana pemberian Wak Roz, kuperhatikan bahwa ikan itu diam tak bergerak di dasar aquariumnya.....ikan itu telah mati. Tak lama Dokter dan beberapa perawat menyuruh keluargaku untuk menunggu di luar, "kami ikut bersyukur bahwa anda terselamatkan dari maut Pak Satriya, anda tadi kami nyatakan telah meninggal dunia selama satu jam" penjelasan dari Dokter itu membuatku sangat terkejut, tak kusangka bahwa diriku telah mengalami mati suri.

Seminggu telah berlalu, penyakit yang kuderita dinyatakan telah sembuh dan tubuhku perlahan kembali normal seperti sedia kala, berat badanku juga naik dengan perlahan. Pada malam harinya Pamanku bertandang ke rumah untuk menemuiku, Paman ingin berbincang pribadi denganku. Paman menyampaikan kepadaku sebuah surat dari Wak Roz, isi surat itu menjelaskan semua kejadian yang tidak diriku ketahui.

"Satriya, saya sudah mendengar berita tentang 'kematianmu' dari Arwana yang kuberikan padamu, dan pastilah kamu masih berpikir ada apa dengan ikan Arwana itu sehingga dia mati di hari 'kematianmu'?
Ikan itu sengaja saya berikan padamu untuk menjaga dirimu dari serangan teluh yang terakhir malam itu, Arwana itu sepertinya sangat menyukaimu hingga dia bersedia menukar kematianmu dengan kematiannya, sungguh hal yang benar-benar tak bisa kamu percayai pastinya, tapi Arwana biru memang bukan sembarang ikan, semua ikan Arwana yang saya budi dayakan di sini mempunyai silsilah layaknya sorang manusia, dan mereka istimewa semuanya. Satriya, tenanglah dan tak perlu kamu berpikir lagi tetang kejadian ini, dan terakhir saya ingin memberitahukanmu bahwa sebentar lagi kamu bisa beraktifitas kembali seperti dulu, dan apabila secara tak sengaja kamu mengetahui siapa yang telah mengirim teluh kepadamu tak usahlah kamu berdendam kepadanya.
Semoga kamu sehat selalu, salam Wak Roz"

Begitu saja isi surat dari Wak Roz, teman Pamanku itu ternyata 'orang pintar' makanya beliau mengerti sekali tentang apa yang kualami. Seminggu kemudian aku kembali bekerja di kantorku, aktifitasku kembali lagi seperti dulu, hingga belum sampai jam makan siang ada yang mengabarkan bahwa Pak Wibowo atasanku meninggal dunia, dengan segera kami sekantor menuju ke rumahnya untuk melayat. Di dalam mobil asistenku bercerita "Pak Wibowo sudah dua minggu nggak ngantor Mas, dia mendadak sakit hingga tak sadarkan diri" katanya, sejenak membuatku berpikir apakah Pak Wibowo juga sama sepertiku ya diteluh oleh seseorang.

Sesampainya di kediaman Pak Wibowo kami menemui keluarganya untuk mengucapkan bela sungkawa, waktu itu kebetulan bertepatan dengan acara memandikan jenazah. Sambil menunggu saat pemakaman tiba-tiba kami semua yang datang melayat dikejutkan oleh keramaian yang terjadi di tempat jenazah Pak Wibowo dimandikan, karena penasaran diriku pun jadi ikut-ikutan menuju kesana untuk melihat ada kejadian apakah hingga mendadak ramai begitu, disana karena sesak akan orang yang melihat kusempatkan bertanya pada salah satu pelayat lainnya, "Itu loh Mas, waktu memandikan mayatnya Pak Wibowo dari mulutnya terus keluar sisik ikan yang gede-gede berwarna biru mengkilat" jawabnya yang sontak membuatku terkejut dan seketika merasa lemas, lalu kumelangkah kembali menuju kursi yang disediakan untuk pelayat.

Aku duduk sambil termenung memikirkan kata-kata pelayat tadi, apakah mungkin Pak Wibowo lah yang telah mengirimkan teluh kepadaku, lalu Arwana pemberian Wak Roz yang membalas perbuatannya? Seketika itu pula diriku dikejutkan dengan pesan yang aku terima, dari sebuah nomor yang tak dikenal berbunyi "Triya, semua sudah beres, masalahnya tidak menjadi panjang lagi Arwana itu telah menuntaskan semuanya, kamu jaga diri yah, salam Wak Roz" tulis pesan itu membuatku merinding.

-TAMAT-

No comments:

Post a Comment