Monday 22 August 2016

Serial Detektif Indigo (SDI): Pembunuhan “dr.Kemala” (bagian Akhir)



Akhir Yang Biasa


Sore di hari yang sama, kuputuskan untuk menemui Arina di rumahnya, disana aku disambut oleh ayahnya.
"Arina sedang dalam perjalanan pulang, tunggulah disini kita sambil mengobrol ya, aku belum berterima kasih padamu tentang Nina cucuku" sambut bapaknya ramah, sepertinya Arimbi atau Arina sudah menceritakan perihal masalah Nina kemarin.
Untuk pertama kalinya aku dipersilahkan masuk ke dalam rumah ini, di dinding ruang tamunya ada sebuah foto yang menarik perhatianku.
"Maaf pak, apakah lelaki yang berseragam polisi itu bapak?" tanyaku.
"Hahaha iya... itu fotoku 15 tahun yang lalu nak, bapak ini pensiunan polisi, Arina nggak cerita padamu ya" jawab bapak tersebut.
"Anu pak, saya belum tahu nama bapak ini siapa, apa..." tanyaku yang langsung dibalas.
"Namaku Irwan, panggil saja pak atau om Irwan, pokoknya jangan panggil pakdhe atau mbah, ketuaan hehehe" balasnya ramah.

Selama menunggu Arina pulang itu, pak Irwan minta diceritakan tentang bagaimana sebenarnya diriku menolong Nina, dan aku adalah termasuk orang yang ceplas ceplos jadi kuceritakan dengan apa adanya termasuk 'kegaiban' yang terjadi itu.

Pak Irwan juga sedikit menceritakan kalau beliau ini semasa masih aktif berdinas juga beberapa kali pernah menangani kasus-kasus yang diluar logika sehingga terpaksa mendatangkan paranormal untuk membantu mengungkapnya.
"Arina itu anak yang berpegang pada logika, terutama setelah kejadian sakitnya Nina, selepas menjadi dokter muda dia memutuskan untuk mengambil spesialisasi kejiwaan, tapi ya beruntung banget sih dia bisa bertemu kamu nak Alvian" cerita pak Irwan.
"Aku sendiri juga mengoleksi beberapa keris pusaka dan guci-guci, sebagian peninggalan kakeknya Arina, jadi kalau diajak ngobrol yang gaib atau klenik masih paham" sambungnya.
"Pantas aja di rumah ini ada hawa yang tidak biasa" mulutku keceplosan.
Langsung pak Irwan bertanya kepadaku,"Oh ya? Ceritakan dong gak apa-apa kok, mumpung anakku belum pulang", pintanya serius.

"Ada 'putri kuning' di rumah bapak, dia berasal dari salah satu keris bapak yang seluruhnya terbuat dari pohon bambu, warangkanya dari bambu kuning yang dirajah dan sarungnya dari bambu wulung" ceritaku.
"Be..betul sekali, aku punya yang seperti itu, pintar sekali kamu bisa menebak dengan tepat" jawabnya seraya kagum.
Lalu kuceritakan juga deh tentang yang 'lainnya', untuk mengulur waktu menunggu Arina pulang. Satu jam lebih menemani pak Irwan mengobrol di ruang tamu iseng, kubertanya mengenai istrinya.
"Ibunya Arina sedang menginap di rumah Arimbi, sekalian bantu-bantu untuk acara selamatan besok sore, eh kamu ikut datang juga yah, biar nanti Arina yang jemput ya"

Tak lama Arina pun sampai juga di rumahnya, sebetulnya dia sedikit kaget karena melihat diriku sedang mengobrol akrab dengan bapaknya, ditambah aku datang tanpa janjian dulu sih.

Selesai mandi dan mengisi perut, Arina mendatangiku, pak Irwan seakan paham lalu pergi meninggalkan kami menuju ke ruang keluarga.
"Nekat banget datang kesini, kamu apain bapakku bisa sampe akrab begitu" tanyanya dengan menyindir.
"Ngaco ah, kebetulan saja bapakmu dan aku punya ketertarikan di beberapa hal" jawabku enteng. Setelah sedikit basa-basi kucing kujelaskan maksudku untuk menemui Arina, kuceritakan semua hasil 'penyelidikanku' siang tadi bersama Kimi, tiba-tiba Arina memotong penjelasanku.
"Kimi, siapa itu, waktu dirimu tak sadarkan diri nama itu juga muncul, dia memberitahukan padaku dan mas Anjas (suaminya Arimbi, kakaknya Arina)cara untuk 'membangunkanmu', dia peliharaanmu ya?" tanya Arina sedikit galak.
Dengan hati-hati kuceritakan juga siapa itu Kimi, tentu saja wanita sekaliber Arina gak akan langsung percaya, tapi lumayan dia bisa sedikit melunak ketika kuberitahu bahwa Kimi juga berperan dalam 'pembebasan' Nina. Kemudian kulanjutkan tentang penerawanganku pada Kemala, ceritaku tentang Kemala sungguh memang diluar akal sehat, namun lama-lama Arina mulai serius menerimanya.
Tak lupa kuberitahukan juga tentang blog pribadi Kemala yang dirahasiakannya, sungguh diriku tak habis pikir perlu cara apalagi untuk meyakinkan Arina untuk mengungkap kasus ini.

Pak Irwan yang diam-diam ternyata mendengarkan perbincanganku dengan Arina mendadak memotong pembicaraan.
"Aku ada teman yang bisa diandalkan kalau itu semua benar dan ada buktinya" tawar beliau.
"Kasus ini belum berjalan dua minggu pak, dan buktinya adalah luka tusuk di perut Kemala, dan tulisan-tulisan yang dia tulis di blog itu bisa digunakan untukmembuatnya mengaku, dan bukti yang paling utama adalah dokter Kemala itu sendiri ternyata masih hidup, tampaknya dia sengaja menghilangkan identitas karena takut ditangkap atas kejahatannya" jawabku.
"Lalu bagaimana untuk membuktikan kalau yang mayat yang ditmukan itu adalah suster Devi?" tanya Arina, mendadak aku terbengong tak mampu menjawab.
"Nah saatnya kita bermain dengan logika" ucap pak Irwan memecah kebuntuan.


""P..pa..pakaian suster Devi!!, pakaian suster Devi yang diambil kemala, pakaian itu mungkin masih ada" ujarku secara asal.
"Bagaimana kalau Kemala membuangnya atau membakarnya?" sanggah Arina membuatku buntu untuk berpikir lagi".
"Sebenarnya bisa nanti di cros check bila saja Kemala bisa ditemukan keberadaannya" ujar pak Irwan.
“Jika yang terbunuh itu memang Devi, kemungkinan besar ada laporan orang hilang dari kerabat terdekat Devi. Rekan kerja bisa kita mintai keterangan. Begitu juga dengan keluarga. Kapan mereka terakhir melakukan kontak dengan Devi, segala keanehan dan semua informasi-informasi seputar kehilangannya dari mereka bisa kita cocokkan dengan ‘penglihatan’ kamu Alvin”, lanjut pak Irwan.
"Kita bisa saja menjebaknya dengan berpura-pura menjadi penerbit buku yang tertarik pada tulisan-tulisan di blognya, lalu untuk membuktikan bahwa mayat yang ditemukan itu adalah Devi bisa dilakukan uji kecocokan DNA kan pak", pemikiran cerdas yang terucap dari mulut Arina.
"Betul sekali, cara itu juga bisa kita lakukan, dan untuk meyakinkan pihak kepolisian bahwa Kemala itu layak untuk dikejar adalah dengan melakukan tes DNA dulu terhadap mayat yang kita duga adalah suster Devi itu nak. Dengan demikian, kunjungan terhadap keluarga Devi sangat diperlukan. Selain informasi yang berkaitan dengan menghilangnya Devi, kita juga dapat menggunakan data DNA dari anggota keluarga sebagai pembanding data DNA mayat yang diduga Devi itu", sambung pak Irwan, aku hanya mampu melongo melihat bapak dan anak itu saling menyambung argumen.
Malam itu pak Irwan memberikan sejumlah informasi yang kami bahas tadi, dan menyerahkan penyelidikan selanjutnya pada orang kepercayaan beliau di kepolisian, tanpa ragu aku setuju saja sih karena memang ruwet dan merepotkan kalau diriku sendiri yang ikut turun terlibat. (>_<)

Dua bulan lebih telah berlalu, entah kenapa pikiranku enteng tanpa memikirkan masalah tentang Kemala ini dan aktifitasku bermain game serta berjualan online kembali berjalan.
Suatu siang aku menerima pesan dari Arina untuk menemuinya di kafetaria rumah sakit, dia ingin membicarakan sesuatu denganku. Di pertemuan itu Arina menceritakan kalau Kemala telah tertangkap di pulau Batam, semua berawal dari uji DNA mayat yang 100% teridentifikasi sebagai suster Devi Kurnia, dan benar di perut Kemala terdapat luka robek bekas tusukan, semua alibinya mampu dibongkar oleh kepolisian, dan tulisan-tulisan Kemala dipakai sebagai alat bukti.

"Aku tak menyangka Kemala itu berubah menjadi psikopat karena cinta sejenis, tak bisa kubayangkan seandainya waktu itu dia tertarik padaku Vin" ucap Arina dengan tatapan kosong.
"Ah tak mungkin itu, kamu kan berjodoh denganku, dokterku sayang" balasku yang diikuti dengan cubitan Arina di pipiku.
"Auuuuh mbakmu dan bapakmu kan sudah ngasih lampu hijau padaku Rin". (T_T)


-Tamat-

No comments:

Post a Comment