Akhir Yang Biasa
Sore di hari yang sama, kuputuskan untuk menemui
Arina di rumahnya, disana aku disambut oleh ayahnya.
"Arina sedang dalam perjalanan pulang,
tunggulah disini kita sambil mengobrol ya, aku belum berterima kasih padamu
tentang Nina cucuku" sambut bapaknya ramah, sepertinya Arimbi atau Arina
sudah menceritakan perihal masalah Nina kemarin.
Untuk pertama kalinya aku dipersilahkan masuk ke
dalam rumah ini, di dinding ruang tamunya ada sebuah foto yang menarik
perhatianku.
"Maaf pak, apakah lelaki yang berseragam
polisi itu bapak?" tanyaku.
"Hahaha iya... itu fotoku 15 tahun yang lalu
nak, bapak ini pensiunan polisi, Arina nggak cerita padamu ya" jawab bapak
tersebut.
"Anu pak, saya belum tahu nama bapak ini
siapa, apa..." tanyaku yang langsung dibalas.
"Namaku Irwan, panggil saja pak atau om
Irwan, pokoknya jangan panggil pakdhe atau mbah, ketuaan hehehe" balasnya
ramah.
Selama menunggu Arina pulang itu, pak Irwan minta
diceritakan tentang bagaimana sebenarnya diriku menolong Nina, dan aku adalah
termasuk orang yang ceplas ceplos jadi kuceritakan dengan apa adanya termasuk
'kegaiban' yang terjadi itu.
Pak Irwan juga sedikit menceritakan kalau beliau
ini semasa masih aktif berdinas juga beberapa kali pernah menangani kasus-kasus
yang diluar logika sehingga terpaksa mendatangkan paranormal untuk membantu
mengungkapnya.
"Arina itu anak yang berpegang pada logika,
terutama setelah kejadian sakitnya Nina, selepas menjadi dokter muda dia
memutuskan untuk mengambil spesialisasi kejiwaan, tapi ya beruntung banget sih
dia bisa bertemu kamu nak Alvian" cerita pak Irwan.
"Aku sendiri juga mengoleksi beberapa keris
pusaka dan guci-guci, sebagian peninggalan kakeknya Arina, jadi kalau diajak
ngobrol yang gaib atau klenik masih paham" sambungnya.
"Pantas aja di rumah ini ada hawa yang tidak
biasa" mulutku keceplosan.
Langsung pak Irwan bertanya kepadaku,"Oh ya?
Ceritakan dong gak apa-apa kok, mumpung anakku belum pulang", pintanya
serius.
"Ada 'putri kuning' di rumah bapak, dia
berasal dari salah satu keris bapak yang seluruhnya terbuat dari pohon bambu,
warangkanya dari bambu kuning yang dirajah dan sarungnya dari bambu
wulung" ceritaku.
"Be..betul sekali, aku punya yang seperti
itu, pintar sekali kamu bisa menebak dengan tepat" jawabnya seraya kagum.
Lalu kuceritakan juga deh tentang yang 'lainnya',
untuk mengulur waktu menunggu Arina pulang. Satu jam lebih menemani pak Irwan
mengobrol di ruang tamu iseng, kubertanya mengenai istrinya.
"Ibunya Arina sedang menginap di rumah
Arimbi, sekalian bantu-bantu untuk acara selamatan besok sore, eh kamu ikut
datang juga yah, biar nanti Arina yang jemput ya"
Tak lama Arina pun sampai juga di rumahnya,
sebetulnya dia sedikit kaget karena melihat diriku sedang mengobrol akrab
dengan bapaknya, ditambah aku datang tanpa janjian dulu sih.
Selesai mandi dan mengisi perut, Arina
mendatangiku, pak Irwan seakan paham lalu pergi meninggalkan kami menuju ke
ruang keluarga.
"Nekat banget datang kesini, kamu apain
bapakku bisa sampe akrab begitu" tanyanya dengan menyindir.
"Ngaco ah, kebetulan saja bapakmu dan aku
punya ketertarikan di beberapa hal" jawabku enteng. Setelah sedikit
basa-basi kucing kujelaskan maksudku untuk menemui Arina, kuceritakan semua
hasil 'penyelidikanku' siang tadi bersama Kimi, tiba-tiba Arina memotong penjelasanku.
"Kimi, siapa itu, waktu dirimu tak sadarkan
diri nama itu juga muncul, dia memberitahukan padaku dan mas Anjas (suaminya
Arimbi, kakaknya Arina)cara untuk 'membangunkanmu', dia peliharaanmu ya?"
tanya Arina sedikit galak.
Dengan hati-hati kuceritakan juga siapa itu Kimi,
tentu saja wanita sekaliber Arina gak akan langsung percaya, tapi lumayan dia
bisa sedikit melunak ketika kuberitahu bahwa Kimi juga berperan dalam
'pembebasan' Nina. Kemudian kulanjutkan tentang penerawanganku pada Kemala,
ceritaku tentang Kemala sungguh memang diluar akal sehat, namun lama-lama Arina
mulai serius menerimanya.
Tak lupa kuberitahukan juga tentang blog
pribadi Kemala yang dirahasiakannya, sungguh diriku tak habis pikir perlu cara
apalagi untuk meyakinkan Arina untuk mengungkap kasus ini.
Pak Irwan yang diam-diam ternyata mendengarkan
perbincanganku dengan Arina mendadak memotong pembicaraan.
"Aku ada teman yang bisa diandalkan kalau
itu semua benar dan ada buktinya" tawar beliau.
"Kasus ini belum berjalan dua minggu pak,
dan buktinya adalah luka tusuk di perut Kemala, dan tulisan-tulisan yang dia
tulis di blog itu bisa digunakan untukmembuatnya mengaku, dan bukti yang
paling utama adalah dokter Kemala itu sendiri ternyata masih hidup, tampaknya
dia sengaja menghilangkan identitas karena takut ditangkap atas
kejahatannya" jawabku.
"Lalu bagaimana untuk membuktikan kalau yang
mayat yang ditmukan itu adalah suster Devi?" tanya Arina, mendadak aku
terbengong tak mampu menjawab.
"Nah saatnya kita bermain dengan
logika" ucap pak Irwan memecah kebuntuan.
""P..pa..pakaian suster Devi!!, pakaian
suster Devi yang diambil kemala, pakaian itu mungkin masih ada" ujarku
secara asal.
"Bagaimana kalau Kemala membuangnya atau
membakarnya?" sanggah Arina membuatku buntu untuk berpikir lagi".
"Sebenarnya bisa nanti di cros check
bila saja Kemala bisa ditemukan keberadaannya" ujar pak Irwan.
“Jika yang terbunuh itu memang Devi, kemungkinan
besar ada laporan orang hilang dari kerabat terdekat Devi. Rekan kerja bisa
kita mintai keterangan. Begitu juga dengan keluarga. Kapan mereka terakhir
melakukan kontak dengan Devi, segala keanehan dan semua informasi-informasi
seputar kehilangannya dari mereka bisa kita cocokkan dengan ‘penglihatan’ kamu
Alvin”, lanjut pak Irwan.
"Kita bisa saja menjebaknya dengan
berpura-pura menjadi penerbit buku yang tertarik pada tulisan-tulisan di blognya,
lalu untuk membuktikan bahwa mayat yang ditemukan itu adalah Devi bisa
dilakukan uji kecocokan DNA kan pak", pemikiran cerdas yang terucap dari
mulut Arina.
"Betul sekali, cara itu juga bisa kita
lakukan, dan untuk meyakinkan pihak kepolisian bahwa Kemala itu layak untuk
dikejar adalah dengan melakukan tes DNA dulu terhadap mayat yang kita duga
adalah suster Devi itu nak. Dengan demikian, kunjungan terhadap keluarga Devi
sangat diperlukan. Selain informasi yang berkaitan dengan menghilangnya Devi,
kita juga dapat menggunakan data DNA dari anggota
keluarga sebagai pembanding data DNA mayat yang diduga Devi itu", sambung
pak Irwan, aku hanya mampu melongo melihat bapak dan anak itu saling menyambung
argumen.
Malam itu pak Irwan memberikan sejumlah informasi
yang kami bahas tadi, dan menyerahkan penyelidikan selanjutnya pada orang
kepercayaan beliau di kepolisian, tanpa ragu aku setuju saja sih karena memang
ruwet dan merepotkan kalau diriku sendiri yang ikut turun terlibat. (>_<)
Dua bulan lebih telah berlalu, entah kenapa
pikiranku enteng tanpa memikirkan masalah tentang Kemala ini dan aktifitasku
bermain game serta berjualan online kembali berjalan.
Suatu siang aku menerima pesan dari Arina untuk
menemuinya di kafetaria rumah sakit, dia ingin membicarakan sesuatu denganku.
Di pertemuan itu Arina menceritakan kalau Kemala telah tertangkap di pulau
Batam, semua berawal dari uji DNA mayat yang 100% teridentifikasi sebagai
suster Devi Kurnia, dan benar di perut Kemala terdapat luka robek bekas
tusukan, semua alibinya mampu dibongkar oleh kepolisian, dan tulisan-tulisan
Kemala dipakai sebagai alat bukti.
"Aku tak menyangka Kemala itu berubah menjadi
psikopat karena cinta sejenis, tak bisa kubayangkan seandainya waktu itu dia
tertarik padaku Vin" ucap Arina dengan tatapan kosong.
"Ah tak mungkin itu, kamu kan berjodoh
denganku, dokterku sayang" balasku yang diikuti dengan cubitan Arina di
pipiku.
"Auuuuh mbakmu dan bapakmu kan sudah ngasih
lampu hijau padaku Rin". (T_T)
-Tamat-
No comments:
Post a Comment