Chronicles of Nina-1
Kudobrak pintu besi
berwarna merah itu dengan sekuat tenaga, BRUAAAK!!, akhirnya aku
memasuki ruang utama tempat Nina disekap oleh "Wewe Gombel", kutemukan
Nina tergeletak lemah di atas sebuah tikar jerami tepat di depan jendela
beruji yang sudah berkarat. Kuangkat tubuhnya yang sangat lemah itu,
kugendong dan langsung kakiku bergerak cepat keluar dari kamar dan
menuju terowongan cahaya tempatku datang menuju alam jin ini.
Terowongan
itu sudah terlihat dan aku berlari bergegas menuju kesana, namun
tiba-tiba, "WIHIHIHI!! kau tak akan mampu menghadapiku manusia, ayo
lepaskan anak itu maka kuampuni nyawamu" ancam "Wewe Gombel" yang
berdiri tepat di depan terowongan cahaya berusaha menghalangiku
menyelamatkan Nina. "ucapkanlah Alvian, ayo kau sangat membutuhkan
pertolonganku saat ini" ucap Kimi yang mendadak muncul di samping kiriku
(entah datang dari mana dia), "tidak akan samai kapan pun, dan
kutegaskan sekali lagi padamu, kau tak berhutang apa pun pada diriku,
"kejadian" waktu itu kuanggap tak pernah terjadi, minggirlah Kimi, jin
tua itu sudah berhasil membuatku "MARAH" dan aku yakin kau tahu apa yang
akan segera terjadi padanya" ujarku pada Kimi dan dia pun sedikit
menjauh kebelakangku, "biarkan aku membawa gadis itu "pangeran" (Kimi
selalu memanggilku pangeran apabila dia menunjukkan ketakutannya
kepadaku) " ucap Kimi berusaha meyakinkanku, "aku percaya padamu untuk
itu, lindungilah Nina dan lindungilah dirimu juga" balasku sembari
menyerahkan Nina kepada Kimi.
Lalu kuberlari
kearah "Wewe Gombel" dengan amarahku yang telah memuncak, "hahahaha kau
berani melawanku manusia bodoh" tawa jin tua itu menyambutku, DUAAAK!!
tendanganku tepat mengenai kepala "Wewe Gombel" disertai petir-petir
kecil yang keluar dari kakiku sedikit membakar kulitnya, "KURANG AJAR
KAU" teriaknya kesakitan, sembari jin tua itu mencoba untuk berdiri
diriku yang sudah telanjur marah mulai menyiapkan pukulan energi seperti
yang dulu pernah Kimi perlihatkan, bola-bola energi berbagai warna yang
disertai kilatan-kilatan ledakan energi mulai berkumpul di kepalan
tangan kanan dan kiriku dan kuhantamkan semuanya ke tubuh "Wewe Gombel"
hingga tercipta sebuah ledakan yang mencabik-cabik seluruh tubuh jin tua
yang jahat itu. "tolonglah aku tuan, ampuni aku yang sudah tua ini...."
ucap "Wewe Gombel" lemah, kudekati kepalanya yang tergeletak lemah itu
"aku sudah memintamu dengan baik-baik bahkan memperingatkanmu, sekarang
aku tak akan mengampunimu Khosyii" ucapku padanya, "darimana kau tahu
nama itu, mana mungkin seorang manusia bisa mengetahui nama-nama asli
bangsa kami, para jin" ujarnya ketakutan dan semakin lemah, "siapa kau
manusia, siapakah dirimu yang sebenarnya??.........." teriaknya dengan
penasaran, dan Khosyii alias "Wewe Gombel" pun tewas, jin tua itu mati
dengan rasa penasaran tentang keingin tahuannya tentang diriku. "Kimi
ayo kita kembali ke alamku", Kimi pun mengikutiku ke terowongan cahaya,
"seharusnya kau tadi tak perlu semarah itu, Khosyii itu bisa kau
kalahkan dengan mudah, aku pun tak ingin melihatmu semarah itu pangeran"
ucap Kimi sambil menundukkan wajahnya, lalu dia menyerahkan kembali
Nina kepadaku.
Kami bertiga akhirnya kembali ke
alam manusia dan terowongan cahaya menghilang dengan sendirinya. Segera
aku melangkah menuju tubuh manusia Nina, kemudian kubaringkan "tubuh
jiwa" Nina disampingnya, dengan sendirinya "tubuh jiwa" itu menyatu
dengan tubuh manusianya. Tak lama kemudian mata Nina terbuka, dengan
lirih keluar ucapan dari bibirnya yang lama membisu,
"mama.......mama..mamaaaaaa" ucapnya, "Ninaaaa, mama disini nak, Ninaku
sayaaang kamu sudah kembali...." balas Arimbi sembari berlinang airmata.
-SATU JAM SEBELUMNYA-
"Vin
kenalkan ini kakakku yang kedua, Arimbi" kata Arina mengenalkan diriku
pada kakaknya, perempuan itu sepertinya tak banyak bicara dia
menyalamiku dengan kebingungan dan dengan raut muka penuh kesedihan.
"Kak, aku membawa pasienku ini.....eh anu maksudku Alvian temanku ini
untuk menolong Nina" ujar Arina kepada kakaknya, "benarkah itu Rin?"
tanya Arimbi dengan penasaran, "tolonglah putriku, dia sudah tiga tahun
menjadi seperti sekarang ini" pinta Arimbi kepadaku, diriku sendiri juga
kebingungan karena tidak mengetahui masalahnya apa dan bagaimana,
"duduklah dulu, buar kujelaskan dari awal" kata Arimbi, aku dan Arina
pun duduk sambil mendengarkan cerita Arimbi.
"Semua
bermula sejak tiga tahun yang lalu, aku dan suamiku membeli sebuah rumah
disebuah perumahan, seminggu pertama kehidupan kami masih normal
seperti biasanya. Keanehan mulai terjadi pada minggu kedua, malam hari
kami sering mendengar suara seseorang sedang mandi di halaman rumah
kami, suamiku seringkali keluar rumah untuk sekedar melihat, namun tidak
menemukan apa-apa, siang hari seringkali aku mendengar suara wanita tua
bercakap-cakap dari dapur dan kujumpai peralatan memasak kami terjatuh
di lantai. Hingga suatu malam aku dan suamiku mendengar suara Nina
berteriak ketakutan dari dalam kamarnya, kami bergegas menuju kesana
untuk menenangkannya, tapi sungguh aneh sekali, kami menemukan Nina
sedang tertidur pulas seperti tidak terjadi apa-apa. Pagi harinya kami
menyadari ada keanehan yang terjadi pada Nina, dia tidak memperhatikanku
dan suamiku ketika kami menyapanya, bahkan seharian dia tidak membuka
mulutnya untuk bersuara sedikitpun, dia juga meminta makan hanya dengan
memberi isyarat itu pun hanya di waktu-waktu tertentu, hal yang sama
juga dilakukannya di sekolahnya hingga kami mengambil keputusan untuk
menghentikan Nina dari segala aktifitas di luar rumah. Sudah puluhan
orang pintar dan paranormal kami datangkan namun tidak ada yang mampu
menyembuhkan Nina."
"Cukup mbak, bolehkah kulihat Nina
sekarang" ucapku memotong cerita Arimbi. Tanpa berkata dia lalu
mengantarku ke kamar Nina, Arina yang mengikuti kami juga menunjukkan
roman sedih pada wajahnya, "aku takut Vin" ujar Arina sembari memegang
tanganku. Lalu sebelum sampai di kamar Nina mendadak kurasakan hawa yang
sangat familiar, "Alvian, kau jangan melepaskan kewaspadaanmu, sebentar lagi kau akan bertemu sesuatu yang "jahat" dari bangsaku" suara Kimi dari dalam kepalaku, "aku siap membantumu jika kamu memintaku, makhluk itu sungguh jahat dan membenci manusia dewasa apalagi yang istimewa sepertimu"
sambungnya, "kau diam saja, ini urusanku, resikonya aku yang tanggung
sendiri, aku masih memiliki Tuhan untuk meminta pertolongan" balasku
pada Kimi. Tak seberapa lama diriku tiba di depan pintu kamar Nina, "aku
antar masuk ya Vin" ucap Arimbi kepadaku, "Nina sayang, ini mama bawa
kak Alvian untuk menolong Nina" ucapnya lagi yang disambut tatapan
kosong Nina.
Tubuh gadis 9 tahun itu terlihat biasa
saja karena rutin diberi makan dan dibersihkan oleh Arimbi. Keanehan
mulai aku rasakan ketika aku memegang tangan "Nina" untuk pertama
kalinya, sebuah rasa yang disertai perasaan aneh datang membuka sebuah
visi singkat di dalam kepalaku, "ini bukan "Nina" si gadis kecil, di
dalam tubuh itu tak sedikit pun ada jiwa manusia" ujarku di dalam hati.
PLAK!! dengan reflek kutampar pipi Nina lalu Arina dengan cepat
mendorongku dengan keras "apa yang kamu lakukan bodoh!!" ucap Arina
dengan keras kepadaku, Arimbi yang kaget hanya membuka mulutnya tanpa
berkata apa pun, "aduuh apaan sih Rin, kau lihat saja "Nina" sebentar
lagi akan berbicara" jawabku, tiba-tiba semua mata tertuju pada sosok
"Nina" yang tiba-tiba berdiri dan mengarah padaku, "KURANG AJAR KAU MANUSIA, BERANINYA KAU MENAMPARKU AKAN KUBALAS KAU KARENA BERANI MENGGANGGU URUSANKU"
sebuah suara seperti suara laki-laki keluar dari mulut "Nina" dengan
penuh amarah, semua yang ada di kamar terkejut kecuali diriku.
"Jangan
banyak omong kau jin lemah, makhluk bangsat sepertimu harus kusiksa
dengan mengerikan" balasku pada "Nina" lalu dengan cepat aku berlari
membelakangi "Nina" dan kupegang erat tengkuknya, dalam hati aku berdoa
membaca ayat-ayat suci, "AAAAARGH LEPASKAN AKUUU, PANAS SEKALI INI AMPUUUUN AMPUUUUUN, AKU HANYA SURUHAN, DIA YANG MENYURUHKU, AMPUNI AKUUUU........."
teriak "Nina" tak lama kemudian teriakan-teriakan yang meminta ampun
itu berhenti, tak kutemukan lagi hawa aneh di dalam tubuh Nina,
pertanyaanku sekarang adalah "bagaimana mengembalikan jiwa Nina yang
asli"..........
"Aku tahu cara menjemput jiwa gadis
itu, tapi......." ujar Kimi, "tapi apa, kau sepertinya mengetahui
sesuatu yang berhubungan dengan kejadian ini" balasku, "bukan itu,
diriku sama sekali tidak tahu apa pun, aku hanya sedikit mengetahui
bagaimana cara bagimu untuk menyelamatkan jiwa gadis ini, tapi resikonya
besar sekali karena...." Kimi terdiam, "karena apa Kim, lanjutkan saja
aku penasaran" tanyaku, "aku ragu apa kau masih sanggup untuk berkelana
ke alamku dengan selamat, mungkin jika kau ingat bagaimana dulu kau
pernah menyelamatkan aku, akan terbuka lagi kemampuanmu untuk menembus
dimensi, dengan begitu kau bisa memasuki alamku dengan selamat" jawab
Kimi. Ucapan Kimi itu memaksaku untuk mengingat-ingat lagi bagaimana
dulu aku bisa memasuki alam jin dan menyelamatkannya, padahal
kejadiannya saja tak sedikit pun pernah aku ingat, atau bahkan serasa
belum pernah kualami sebelumnya, masih terbesit di benakku kalau itu
hanya halusinasi yang dia tunjukkan untuk memanipulasi diriku.
"Aku
ambil resikonya, ayo beritahu aku" mendengar keputusanku itu Kimi
dengan perasaan ragu menyuruhku berbaring. Lalu kutanyakan pada Arimbi
yang masih shock untuk menyediakan alas untuk diriku berbaring dan dia
bergegas mencarikannya, sementara Arina dengan menatap sedikit takut
kearahku dengan setia menjaga serta memegangi tubuh Nina yang terkulai
tak berdaya di tempat tidurnya. "Akan kubantu sampai Nina sembuh, kau
jaga saja tubuhnya, bantu kami dengan doa dan tetap tenang" ujarku
kepada Arina, kemudian Arimbi datang kembali dengan membawa alas tidur
untukku berbaring, "kalian berdua jangan hiraukan apabila selama diriku
berbaring terjadi gangguan lain, jaga saja Nina dan jangan pedulikan
apabila ada suara yang menyerupai suara Nina, tetaplah dikamar ini,
oke!" pintaku sebelum aku memulai "kelana dimensi", lalu kubaringkan
tubuhku dan mulai menutup mata.......
-BERSAMBUNG-
No comments:
Post a Comment